Perseteruan Otak Dan Hati Dalam Satu Tubuh

Tiba-tiba perdebatan otak dan hati terjadi perihal menjalin hubungan kembali dengan masa lalu. Ketika otak bertanya apa perlu itu dilakukan, dia meneruskan jika hubungan dengan masa lalu ibarat tumpulkan buku yang sudah tak perlu lagi dibaca karena telah usang. tak akan berfaedah jika lama-lama dibaca. Akan sakit sendiri jika hanya terus mengenang, maka biarkanlah. Lebih baik tak lagi ada hubungan setelahnya. Jika selesai, maka selesai sudah. Namun, muncul hati dengan jawaban yang menyakinkan. Hingga semuanya tampak memanas, menjadi adu saran yang cukup seru. Hati mengatakan bahwa hubungan yang sudah berakhir bisa diperbaiki. Meskipun tak lagi sama-sama. Buat apa saling benci jika dulunya sudah sangat mencintai. Kedewasaan dituntut disini. 

Baca JugaWaktunya Sadar Hati

Otak tetap bersikukuh. Dia punya tanggapan yang juga mampu meluluhlantakkan pendirian. Jika terus menerus berhubungan semua usaha untuk melupakan akan sia-sia. Itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Terutama jika berpisah karena ditinggalankan begitu saja, tanpa aba-aba, tanpa mengetahui letak salah. Lalu mengapa terus berhubungan. Hingga tak jarang tersudut menumpahkan airmata, sebab tak mengantisipasi kekacauan yang telah dibuat olehnya. Otak mengatakan bahwa diri sendiri juga perlu dihargai. Jadi tak perlu lagi berhubungan. Semuanya akan menjadi rumit apalagi untuk bangkit.

Hati tetap menjawab, dia tak mau kalah. Jika berpisah lalu hilang komunikasinya, apa ini akan terus-menerus dilakukan. Apa salahnya berdamai dengan segala keputusan. Meski memaksakan diri untuk ikhlas setiap hari. Ada hal yang harus diperhatikan, jika memang masih sulit melepaskan, tak perlu tergesah-gesah. Inilah kehidupan, ada yang datang dan pergi dengan segala kenangan. Setidaknya hati ini cukup kuat bertahan dan menyembuhkan luka meski itu sangat dalam.

Lalu ini Aku, raga yang hidup serta pemilik dari otak dan hati yang bersebrangan. Terus dibuat binggung dengan mereka. Sama-sama tak mau mengalah. Lebih tepatnya memiliki sudut pandang berbeda. Seolah memperinci apa –apa yang kuperlukan tanpa melibatkan aku sang tuan rumah. Jika mereka wujud yang mampu bertatap denganku. Banyak hal yang ingin kusampaikan. Aku sangat berterima kasih dengan segala saran dan hiburan mereka. Aku percaya keduanya punya cara kerja masing-masing. Tapi bisakah mereka kuatkan aku dulu. Jangan berdebat, akan semakin sedih diriku. Mereka terus-terusan merasa benar, meskipun mereka tak sepaham setidaknya temukan jalan untuk berjalan beriringan. Membantu sang Tuan rumah untuk kembali kuat dan bangkit dari kerapuhan. 

 

 

 


Komentar