Gulo Jowo, Nostalgia Jajanan Masa Lampau di Solo


Assalammualaikum, Pembaca Budiman. Lagi rajin-rajinnya update blog nih, sampai dalam satu bulan udah ada 4 artikel yang terposting. Alhamdulillah. Jarang banget aku kayak gini. Eits, jangan dibandingkan dengan blogger lainnya yang sudah memiliki jam terbang menulis tinggi yak. Aku belum di level itu. Jadi untuk 4 artikel dalam satu bulan itu udah achievement banget. Hehe. Kebetulan juga, inspirasi datang dari kegiatan harian selama me time waktu liburan kemarin. Yuk mari dipertahankan. Nulisnya sih, kalau liburannya nanti lagi, jika sudah banyak waktu senggang dan uang saku terkumpul. Syemangaat!

Hari kelima sekaligus menjadi hari terakhir berada di Solo. Sebelum kembali ke Mojokerto, aku singgah sebentar menikmati suasana Solo di hari itu. Sejujurnya, aku sama sekali belum mengekspose Solo dari segi kuliner ataupun heritage yang ada. Jangankan solo, untuk Jogja saja, masih belum semuanya yang diceritakan. Padahal seru dan menyenangkan. Beberapa kali juga menemukan penjaja makanan yang enak, street food yang ciamik, café mulai dari modern hingga vintage. Sayangnya masih belum ada waktu untuk membahas itu semua. 

Untuk menebus rasa bersalah, mungkin bisa dimulai dengan  baca yang sekarang ditulis aja kali ya. Review tempat kuliner otentik saat di Solo. Yang jauh dari kata kekinian, tapi banyak pengujung yang datang sekedar untuk nostalgia. Here we go

Cafe Unik Diantara Deretan Kios Pigura

Cafe ini tempatnya nyelimpet banget dan lokasinya tidak jauh dari tempat menginap. Sebuah hidden gems yang ternyata memiliki banyak ulasan positif di Google. Namanya Cafe Gulo Jowo. Tempatnya tersembunyi masuk ke dalam gang kecil, dan berada diantara jejeran kios pigora sepanjang jalan Museum. Lokasi tepatnya di jalan Museum No. 22, Sriwerdari, Kecamatan Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah. 

Di tengah café yang terus hadir menawarkan konsep baru dan modern, Gulo Jowo hadir sebagai café anti mainstream. Café ini memiliki konsep klasik dan tradisional, Tempatnya cukup luas dan nyaman. Untuk sekedar menikmati suasana café dan makan siang sangat di sarankan datang ke sini. Café ini juga menyatu dengan bagian belakang taman Sriwedari Solo. Jadi, ketika lelah mengitari taman kamu bisa langsung  ngaso (istirahat-red)  di café ini. Mengusung tema tempo dulu, jadi tak heran jika banyak barang jadul yang ditemukan di sini.

Tidak hanya suasananya, cafe ini juga menjual makanan tradisional ataupun jajanan pasar yang langkah, dan tak mudah dijumpai di cafe masa kini. Bagiku anak 90-an, tempat ini pas dijadikan tempat nostalgia masa kecil, yang di mana jajanan pasar sangat mudah ditemukan kala itu.

Beberapa menu yang ditawarkan adalah makanan rumahan dan jajanan jadul. Seperti semar mendem yang jadi rekomendasi, jenang sumsum klasik, ketan bubuk juruh, jenang mutiara, blanggreng (Singkong Goreng), jajanan khas Solo yakni, prol nyes serta masih banyak lagi. Sedangkan untuk menu minumannya, seperti wedang jahe, kunir asem, wedang rempah, es leci tape ketan, jahe kunyit jeruk, dan masih banyak lagi. Meski begitu, pengunjung juga bisa menikmati makanan yang hits masa kini kok. Contohnya aja, tempat ini menyediakan menu Indomie rebus/goreng ataupun nasi goreng. Kata lainnya makanan simple masa kini. Hehe



Interior café seperti meja dan kursi juga unik. Property digunakan mirip dengan tempo dulu. Persi seperti di desaku, eh semoga di desa kamu juga ya. Hehe. Hiasan atau pernak-pernik di café ini berbeda dengan café lainnya. Beberapa wajah pesohor dunia terpampang di dinding café. Mungkin menunjukkan jika pemilik café ini mengidolakan para orang-orang hebat tersebut, pun sesuai dengan konsep yang digadang. Intinya serba tempo dulu gitu kali ya. 


Berjejer pula deretan buku yang tidak hanya digunakan sebagai pajangan, tapi juga bisa kalian baca. Meskipun itu adalah tabloid edisi lawas, novel fiksi awal tahun 2000 an dan beberapa koran yang tak update. Rasanya sangat jarang menemukan tabloid di era serba canggih saat ini. 





Harga Terjangkau dan Diminati dari Segala Usia

Harga menu café Gula Jowo ini bersahabat. Rata-rata makanan dan minuman di bandrol mulai dari 10 ribu saja. Cocok sekali buat kalian datang di tanggal tua tapi pengen kenyang dengan makanan rumahan. Hehe. Aku memesan jenang mutiara, pisang goreng original dan es leci, sebagai teman menikmati suasana café. Ditambah  alunan lagu 90 an hingga 2000 an yang diputar sebagai pelengkap hari ini. Jos deh!  



Oh ya, jangan salah, meskipun tema yang diusun kembali ke masa lampau. Nyatanya pengunjung yang datang tidak hanya orang tua, tapi juga para remaja dan dewasa muda. Tertarik datang ke tempat ini cuss deh ke sini, lokasinya mudah ditemukan kok meskipun tersembunyi, apalagi yang ahli menggunakan GPS. Hehe. Namun, kamu juga harus perhatikan jam operational café ini. Senin – Sabtu dibuka mulai pukul 08.00 pagi hingga 11 malam. Sedangkan untuk hari Minggu, café ini tutup. Have a great Day, Pembaca Budiman!

Komentar

  1. wong Klaten hadir
    wah saya jadi kangen semar mendem
    kangan makanan tempo dulu, makanan saya era kecil

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah kan pas ya mas, datang ke itu deh sekalian nostalgia.

      Hapus
  2. Tempatnya keliatan adem ya mbak, kayaknya enak buat nyantai. Temanya juga unik, nostalgia, bahkan sampai niat banget nyediain tabloid dan buku-buku jadul.

    Tapi yang paling mendukung tentu saja menu-menunya yang mendukung banget buat nostalgia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mas, anti mainstream, menggebrak modern, Hehe.
      Sangat adem apalagi kalau dibagian belakangnya bsa ngeliat orang-orang pada mancing di kali tanpa ada pemiliknya.

      Hapus
  3. Suruh buka cabang di Cirebon dong mbak, biar aku bisa mampir.. hehe 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahah , kalau kamu yang pindah ke Jawa Tengah gimana mas? Ada pilihannya lho Solo, Semarang, Jogja tinggal pilih tuh. :D

      Hapus
  4. Aku suka kafe denga konsep seperti ini mbak. Suasananya bikin jadi lebih santai. Apalagi menu makanan-minuman yang disajikan. Pisang gorengnya kelihatannya enak mbak :D

    Sekitar taman sriwedari emang selalu ramai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, pisang gorengnya enak, doski kriyukk dan manis asem ada di buahnya. syukak.

      Hapus
  5. Tadi aku cari2 menu cabuk rambak, tapj ga ada di menu nya 😅. Itu makanan solo favoritku yg udah langkaaaa banget 😔.

    Suamiku sbnrnya orang solo, tapi kami malah ga tau cafe ini mba, pdhl lumayan sering mudik 😁.

    Ngeliat tempat begini Jadi Inget mama mertua, pasti seneeeng dibawa makan di sini kalo masih ada.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah iya ta, Cabuk rambak itu khasnya Solo? Mantep tuh mba. Aku aja ga tau, setauku Rambak ya hasil olahan laut yang jadi kerupuk. Heheh.

      Oh ya, Mba Fanny dulu juga pernah cerita, ibu mertua tinggal di Solo yak, semoga sering-sering main ke Solo ya mba, expose kulinernya lagi. Hehe

      Hapus
  6. Di Jakarta juga banyak tempat makan lejen tempo doeloe begini dan biasanya pengunjung seabruk-abruk. Nostalgia unsur penting banget yang dijual. Menarik kalau bisa mengoleksi juga info tempat-tempat lejen dari kota lain. Terima kasih informasinya mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mba, Sekarang cafe-cafe memperhatikan konsep untuk menarik pelanggan, tidak hanya sedia kopi ataupun makanan dan minuman yang hits, tapi juga apa daya tarik yang ditawarkan untuk menarik minat pengunjung.

      Hapus
  7. Unik ya tempatnya. Aku bacanya pagi-pagi kok jadi kepengin singkong goreng :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, singkong goreng keju yang tanpa keju enak tuh Nah gimana ya sebutannya.

      Hapus
  8. Wah, hampir salah fokus. Dari judulnya dikira Mbaknya mampir di pabrik gula jawa, untuk direview. Ternyata cafenya bernama gGula Jawa. Terima kasih telah berbagi, Mbak Dianovits

    BalasHapus
  9. saya penasaran dengan menu2 yang mbak sebutkan..

    BalasHapus

Posting Komentar