Dear Kamu Yang Sekarang Bukan Milikku

Hari ini aku memberanikan diri untuk menguraikan isi hati. Ini tak punya maksud apa-apa. Bukan memelas ataupun imbas dari duka menahun. Ini Cuma rindu saja. Rindu yang tiba-tiba menampar aku dari sesuatu yang terlalu kusimpan dalam-dalam. Rindu yang hanya ingin aku ungkap dengan kata-kata meskipun tak menyentuh kata mesrah. Entah kenapa aku akhir-akhir ini gemar sekali menulis. Apapun tentang kamu barang sekelebat pun, tiba-tiba kubahasakan dalam kalimat panjang. Seolah-olah hanya kata yang mampu mengutarakan ketidakmampuanku mengungkapkan perasaan.

Mulanya aku lebih senang memendam. Kupikir perasaanku bisa kutenangkan dalam diam. Berpura-pura lupa dan menganggap bahwa sejarah kisah kita cukup dimuseumkan. Dan disejajarkan dengan tumpukkan kisah yang harus dijadikan pelajaran.

Namun, penjagaanku tentang diam mulai pudar. Ternyata hatiku masih sama. Menetap pada satu nama. Dalam ceritaku kamulah toko utamanya, seseorang yang ingin ku matikan perannya dengan cerita duka. Tapi apa daya, dihatiku, kamu tak pernah mengerti tentang ajal. Tetap kokoh sebagai peran yang bebal dan kuat dengan keluarbiasaan. Aku kewalahan sendiri mengaturmu yang terus bertingkah disepanjang waktuku. Bahkan membuatku kelelahan untuk menghidupkan cerita baru.

Baca Juga: Waktunya Sadar Hati

Dulu, kita adalah sepasang yang saling mendoakan. Pernah bercerita tentang ketidakpastian masa depan. Kita begitu dekat bahkan terlalu rekat. Banyak yang bilang padaku bahwa kita sempurna menjadi pasangan, cukup aku yang mendengar itu, rasanya merah wajahku jika harus ku ungkapkan didepanmu. Jangan tanya aku apakah aku mencintaimu atau tidak, serius atau tidak. Kamu tahu betul bahwa aku ini pemalu untuk hal-hal seperti itu. Aku tak pintar sesumbar mengenai perasaan bahkan ketika aku sedang mencemburuimu.

Tapi itu dulu kan, Bii. Sekarang, kita sudah menjadi pribadi yang tak banyak tegur sapa. Hati kita sudah melemah. Kita tak pandai tekuni janji perihal menjaga. Ego sudah menjadi pemenang dan lebih tinggi daripada rasa percaya. Aku tak mengharapkan apa-apa tentang kita. Aku tak ingin menjadi manusia yang buruk, melepaskan ikatan yang kau bina susah payah dengan dia. Ini hanya tentang ungkapan perasaan yang muncul tiba-tiba. Mengenai bahagia, kita sudah pernah mencoba, tapi nyatanya hal itu tak juga redakan gelisah.


Dari Aku, Setidaknya aku sudah lega berani mengungkapnya
semoga kamu bahagia dengan 
dia.

 

Komentar