Cerita Perjalanan Menuju Jogjakarta


Assalammualaikum, menuju akhir Januari 2024. Bagaimana dengan harapan di tahun ini? Kuharap semuanya sudah berada di start. Jika ada harapan yang dianggap terlalu muluk, tetap lanjutkan ya. Bukankah semua hal yang diimpikan dimulai dengan niat. Jika niatnya aja kurang greget, bagaimana eksekusinya nanti, ya kan?

Minggu ketiga di Januari, aku berkesempatan untuk sementara waktu “mengungsi” di Jogjakarta. Meskipun beberapa kali telah mengunjungi Jogjakarta, nyatanya mendapatkan ajakan ke sana lagi juga masih excited. Apalagi kalau bukan rindu dengan budayanya, suasananya, ciri khas jogja dengan interior batiknya. Hal-hal “murah” seperti makanan, tempat nongkrong, pun dengan café-café jogja dengan konsep vintage, yang hits di sosial media yang patut dikunjungi.

Niatnya hanya beberapa hari ikut staycation, ternyata dikasih lebih sama Allah. Alhamdulillah. Lagi-lagi dinas Mas Bojo membawa berkah. Mulanya hanya 4 hari di Jogjakarta sudah cukup. Tempat yang dituju juga sudah digambar hanya sekitar Jantung kota Jogjakarta, karena memang perjalanan ini untuk pekerjaan bukan vakansi. Ternyata ada kabar baik. Perjalanan dinas Mas Bojo diperpanjang hingga 2 minggu dengan pembagian minggu kedua pindah ke Solo. Jadi mari sekarang simak yang Jogja dulu kali ya. Sebelum bercerita tentang di Jogja ngapain dan kemana  aja, aku ingin berbagi cerita perjalanan menuju Jogjanya yang menurutku itu epic sih. Haha.

Layak disebut pindah rumah

Hari yang ditunggu telah tiba, Rabu pagi aku dan Mas Mojo berangkat terpisah dengan bawaan masing-masing, karena jadwal tiketnya sudah disediakan dari kantor, sedangkan aku harus menyiapkan tiketku sendiri. Setelah berbenah dan memastikan barang bawaan yang terdiri dari  1 koper 24 inchi, 1 tas jinjing, dan 1 tas selempang sudah tertata rapi. Macam orang kabur dari rumah, aku segera melakukan reservasi taksi online menuju stasiun Mojokerto. 


Anyway meskipun tujuan akhir Jogjakarta, aku memutuskan untuk membeli tiket dengan tujuan akhir Solo Balapan. Lho kok? Aku ingin mencoba hal baru aja. Haha, tapi tentu ada alasan lainnya, karena harga Mojokerto – Jogjakarta, dengan kereta api Sancaka kelas ekonomi dibandrol dengan harga 220 ribu. Jika aku memanfaatkan almamater kampus, maka akan mendapatkan potongan sebesar 10% di setiap perjalanan jarak jauh. Setelah apply diskon, biaya akhir sebesar 198 ribu, tapi menurutku termasuk mahal. Maklum berusaha untuk sehemat mungkin tapi pengen ikut Mas Bojo. Hehe

KAI Bekerja sama dengan beberapa Universitas di Indonesia 

Oh ya, Pembaca Budiman apakah tau tentang skema ini? Ternyata KAI bekerjasama dengan beberapa universitas di Indonesia, untuk memberikan potongan harga khusus pembelian tiket kereta jarak jauh. Nah untuk besaran potongannya, tergantung kesepakatan antar kedua belah pihak. KAI juga memberikan potongan untuk penumpang dengan kondisi tertentu, semisal lansia, ataupun seseorang yang memiliki profesi tertentu. Untuk katagori lengkapnya kalian bisa langsung menuju customer service stasiun ya. Macam marketing KAI yang gak dibayar kan. Hehe.

Kenapa gak pesan yang ekonomi subsidi aja? Saat itu, kereta ekonomi subsidi a.k.a Sri Tanjung ataupun Logawa sudah sold out, kalaupun ada pembelian tanpa tempat duduk. Berdiri di kereta selama  hampir 3 jam setengah itu hal yang tidak disarankan.  Apalagi untuk kereta subsidi yang jelas waktu tempuhnya lebih lama. Haha. Jadi aku lebih memilih Sancaka dengan kelas ekonomi yang menurutku nyaman dan sesuai di budget.

Sebagai perempuan yang sangat peka dengan keuangan dan mencoba untuk spending dijalur yang tepat. Toh ini sifatnya jalan-jalan, jadi bisa sesantai mungkin berangkatnya tanpa perlu buru-buru. Aku mencoba cek tarif kereta yang sama, namun dengan tujuan akhir Solo Balapan, ternyata lebih murah. Setelah mendapatkan diskon, tarif kereta Sancaka kelas ekonomi premium dibandrol 135 ribu. Untuk sampai Jogja dari Solo Balapan nanti, aku bisa memanfaatkan KRL dengan biaya yang relatif rendah, yakni 8 ribu saja. Meskipun dampaknya agak repot karna harus pindah-pindah kereta, kupikir tak masalah. Awalnya.

Warning yang terbaikan

Sebelum berangkat Mas Bojo sudah wanti-wanti, untuk koper yang besar, biarkan dia saja yang bawa karena dia berangkat 3 jam lebih awal dari tiketku. Ditambah, tubuhnya cukup kuat untuk membawa dua koper sekaligus. Mengingat koper yang kubawa tidak sebanding dengan badanku yang kecil ini, tentunya dia tak tega. Aku menolak dan beranggapan mampu membawanya sendiri toh ya cuma didorong. Trial di rumah juga aman-aman aja. Begitu jawabanku enteng. 

Sayangnya, ketika koper menggelinding agak lamaan di lantai “lah kok berat,” sempoyongan untuk dorong padahal roda koper baik-baik aja. Ternyata yang bikin berat isinya. Ya jelas, untuk 2 orang selama hampir 10 hari. Bahkan Pak ojek online juga mengakui kalau koper yang aku bawa lumayan bikin ngos-ngosan. Hehe. 

Tiba di stasiun Mojokerto dan melakukan cetak tiket serta boarding, aku menuju ruang tunggu. Sambil mengamati koper yang ada di depanku ini “bisa ga ya, nanti naikkan ini di dashboard kereta.” Takutnya, gak ada yang bisa bantu, mengingat stasiun Mojokerto ini kecil dan gak ada porter yang bisa menawarkan jasanya. 

Tak lama bel informasi berbunyi, menandakan jika kereta api Sancaka akan memasuki peron 1 sebentar lagi, para penumpang diminta untuk mempersiapkan diri dan segera menuju garis aman.

Kereta pun telah datang, aku harus berupaya lagi angkat koper menuju gerbong kereta. Berkali-kali aku tersendat karena memang koper 24 inchi yang bergelinding ini terisi penuh dan berat. Tiba di nomer kursi yang kupilih, tak lama setelahnya muncul petugas kebersihan kereta yang bisa membantuku memasukan koper ke dashboard. Alhamdulillah. Ah, cukup menguras tenaga rupanya. 

Suasana di dalam kereta cukup tenang, beruntungnya tidak ada penumpang lain di sampingku. Barisan penumpang hanya ada di baris belakang kanan dan kiri yang dipisahkan oleh lorong dan beberapa lagi berada di depan jeda beberapakursi. Saat kereta sedang meluncur dengan damainya, tiba-tiba aku kepikiran keadaan nanti, apabila di KRL penuh sesak dan harus riweh sama koper. Belum lagi harus angkat lalu dorong karena peron KRL ini beda dengan peron kereta luar kota, wicis itu perlu effort lebih. Oh No! 

Setelah menimbang-nimbang, lebih baik aku meneruskan perjalanan dengan Sancaka yang aku tunggangi saat itu. Kebetulan melalui aplikasi Access KAI, bangku tempatku masih kosong dan terdapat label promo. Segeralah order dengan tarif  35 ribu, tentunya perjalanan juga lebih cepat kurang lebih 1 jam saja.  Jika di total, pembelian tiket Mojokerto – Jogjakarta aku menghabiskan biaya 170 ribu, dan itu lebih murah daripada harus beli Mojokerto – Jogjakarta. Kok bisa ya? Haha. Usut punya usut, last minutes emang sering ada promo kereta api untuk tujuan tertentu. Tapi ya gitu, gak pasti, tergantung season dan harinya. Kebetulan saat itu, week days dan bukan musim liburan.  Jadi gerbong kereta tidak begitu ramai.

Penutup Cerita Perjalanan ke Jogjakarta 

  

Perjalanan telah sampai di Jogja, para penumpang dipersilahkan turun. Itu juga pertanda jika aku harus kembali berjibaku dengan koper kesayangku yang beratnya bisa bikin timbangan badan turun. Haha. Sungguh melelahkan, api aku menikmati perjalanan ini, karena jarang-jarang kan bisa seminggu stay di kota orang. Hal sama juga berlaku untuk perjalananku lainnya. Seru! 

Ngomong-ngomong, penampilan stasiun Tugu Jogjakarta ternyata ada yang baru. Menuju Pintu keluar, penumpang diberikan opsi lewat terowongan atau underpass yang bisa diakses dengan eskalator. Bisa juga, tetap jalan lurus melewati rel tempat KRL berada. Tak lupa pula, depan area mushola, terdapat mini playground yang pasti bikin anak-anak betah di sana meskipun kereta datang terlambat :D. Hal ini berbeda dengan terakhir aku ke sini di tahun 2022. Lebih mewah, lebih rapi dan apik dipandang mata.

Kini, saatnya menuju hotel dengan kembali reservasi taksi online. Alhamdulillah-nya no drama, pengemudi ramah. Beliau berkenan membantu angkat koper dengan sedikit erangan ke dalam bagasi mobil, tak lupa masih tersenyum dan berkata "gak apa-apa, namanya juga bepergian." Mungkin beliau paham dengan raut mukaku yang menunjukkan kekhawatiran. Perjalanan menuju hotel daerah Sleman pun lancar tanpa hambatan meskipun cuaca Jogja sedang mendung-mendungnya. Have a great day, Pembaca Budiman!

Komentar

  1. Waaah rejeki banget ya mbak, yang tadinya cuma 4 hari di Jogja bisa diperpanjang sampe 2 mingguan... puas bangettt pastinya.

    Terus itu masalah koper, kalo ukurannya segitu dan diisi berbagai barang pasti bakalan butuh tenaga lebih sih buat bawa sekaligus ngangkat ke keretenya, untung ada yang bantuin ya pada akhirnya😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas Edot, Alhamdulillah rada puas di sananya meskipun ya ga keliling juga. Hehe

      Bener, mungkin karena kami lama di sananya, jadi pake koper yang rada besaran dari biasanya, itupun masih kurang isi barangnya. kwkwkw

      Hapus
  2. Hahahahahah, aku tuh pernah ngalamin pas bawa koper gede dan berat, memang rempoong Mbaa 🤣🤣. Untungnya dulu ada suami. Tapi setelah melihat itu, aju jadi sadar diri, kalo sedang traveling Ama temen tanpa suami, aku ga pernah berani bawa koper ukuran gede lagi. Cukup yg medium. Krn kalo diisi penuh pun, biasanya ga bakal menyentuh angka 23 kg juga, kec aku bawa batu 😂. Maksimal berat yg aku bisa bawa 23 soalnyw 😅. Lebih dr itu mending bareng suami aja 😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah .. kelimpungan ya mba klo bawa tas berat yang full isi. Bener sih, kalau sendirian emang aman bawa yang medium. Hehe

      Hapus
  3. trakhir aku k Jogja sekitar maret 2023

    kayaknya mau ke sana lagiiii ah.
    pengin main ke Solo jugaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, masih belum 1 tahun ya mba, tapi emang jogja sengangenin itu. wkwkw.

      Sekarang untuk Jogja- Solo/ KA Bandara udah ada stasiunnya sendiri, jadi ga bejubel sama yang perjalanan jarak jauh.

      Hapus
  4. Kayaknya saya tuh kalau bepergian, nggak pernah simple loh, emang jarang traveling sih, palingan mudik, tapi dari zaman jebot naik kapal, bawaannya segambreng, mana susaah banget naik tangga ke kapal PELNI.
    Terakhir naik pesawat, tapi bawa 2 bocah, 2 koper besar, 2 ransel besar, pas zaman covid pulak, pesawatnya delay pulak.
    Mau nangis guling-guling rasanya diriku wakakakakak.

    Kalau bepergian lintas kota begini, setelah punya anak baru dilakukan, alhasil tetep aja bawaannya segambreng.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mba Rey aku bayangin bawaan mba udah mumet. Banyak banget itu pasti. Belum lagi delay, dengan tentengan sebanyak itu. Nyerah aku. Kibar bendera putih daah.

      Aku pun demikian kalau mudik, padahal cuma seminggu dan harusnya pakaian bisa dicucikan di sana, tapi tetp bawaannya kek pindaha rumah. hehe

      Hapus
  5. Wadaw, aku saja kalo angkat koper ngos-ngosan soalnya memang isinya berat. Untungnya perjalanan lancar ya sampai Yogyakarta.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untungnya tanpa drama ketika nyampe di sananya mas :)

      Hapus
  6. Selamat berliburan mba...nikmati masa masa berdua karena oment kayak gini asyik banget buat dikenang. Aku juga dulu lama muncul beibynya nunggu 3 tahun, tapi alhamdulilah jadi ada banyak waktu berduaan dan bisa kemana mana bareng suami. Kalau Yogja dan Solo sih udah pasti ga bakal worry soalnya suasananya selain ngangenin dan penduduknya ramah ramah nyemedulur semua, nah aku juga suka kukinerannya yang cenderung manis. Aku biasanya tuh justru senangnya jalan jalan malam gitu ama suami kalau ke jogja solo gitu...nyobain kuliner yang sebelumnya belum pernah didatengin..tapi nyari yang legend legend...yang jual mbah mbah yang dah sepuh biasanya malah enak...atau daerah deket keraton juga suka 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mba Mbul. Lagi menikmati moment berdua sama suami dengan maksimal tanpa khawatir apapun. Hehe. Nanti kalau emang saatnya juga ga nolak, yang penting hatinya tetep utuh.

      Wah gitu ya mba, aku klo jalan-jalan malam ga bsa di tengah kota sih, harus pake kendaraan karena menginapnya jauh dari pusat kota. kwkwkw. Ada sih alun-alun Sleman, tapi ya bikin linu kaki kalau pp jalan. Hehe.
      pengennya datengin yang legend2 gt, tapi jauh juga, jadi malah datang ke yang vintage dan rekomendasi tempatnya estetik. Kwkwkw

      Hapus
  7. Ah...baca ini jadi kangen Jogja. Zaman masih kerja, saya sempat 2 kali ke Jogja, bukan urusan pekerjaan, tapi urusan hobi...nonton festival jazz...yang satu Ngayogjazz, yang satu lagi Economics Jazz - UGM.
    Kemarin saat berkereta ke Madiun dari Jakarta, kereta berhenti lama di Stasiun Jogja...lihat suasananya aduh saya kepingin turun saja dan ngeluyur...hehehe

    Oh ya selamat berlibur berdua suami ya Mbak. Bahagia selalu.

    Salam,

    BalasHapus

Posting Komentar