Keputusan Terbaik, Ya Resign!

 

Assalammualaikum Pembaca Budiman. Akhirnya Indonesia sudah ketok palu untuk kemana-mana gak perlu pake masker, tapi karena hampir 3 tahun berselang sudah terbiasa dengan masker, kalau kalian masih stay dengan hal itu juga dipersilahkan kok. Doaku masih sama, saat kalian membaca tulisan di blog yang aku banggakan ini. Semoga sehat selalu dan rezeki terus mengalir seperti air. Aaminn.

Sudah memasuki bulan Juli aja. Ini juga sekaligus permohonan maaf karena di bulan Juni aku skip buat tulisan yang ingin kalian baca. Sangat disayangkan sebetulnya. Minimal 1 bulan sekali membuat tulisan ternyata tidak bisa aku kerjakan. Ya mungkin karena chaos dengan  pekerjaan. Hehe. Alibiku masih kuat ya, gara-gara pekerjaan dan status sebagai Istri yang harus pintar membagi waktu biar gak gadget mulu. Hehe

Memasuki bulan bulan Juli, juga sebagai pertanda jika setengah bulan berjalan, aku sudah tidak lagi bekerja secara WFH seperti di tulisanku sebelumnya. WHAT? Baru aja ditulis  dan terbit satu tahun kerja WFH eh sekarang udah resign aja. Hehe. Selalu beranggapan ada yang bertanya ya. Gapapa biar gak jadi bola liar di luaran sana.

Jadi per Juli ini aku memutuskan untuk tidak lagi menjalani kehidupan sebagai karyawan perusahaan yang memperkerjakan aku full dari rumah. Aku memilih mundur dengan pertimbangan matang dan hasil dari diskusi dengan Pak Su. Banyak hal yang terjadi yang gak bisa aku share secara mendetail kepada Pembaca Budiman. Pada intinya menyerah untuk menjadi karyawan adalah keputusan tepat dan hal itu mendapatkan banyak dukungan dari lingkunganku.

Dari postinganku sebelumnya, mengenai satu tahun bekerja sebagai karyawan WFH, banyak juga yang memberikan komentar positif. Mungkin pekerjaan tersebut menjadi impian banyak orang. Bisa rebahan di rumah tapi dibayar. Bisa jalan-jalan kemana aja selama jam kerja, yang penting fast response. Gak perlu touch up berlebihan, karena gak ada meeting yang mengharuskan tatap muka. Menurutku sah-sah saja sih jika ada yang menyanyangkan, karena bisa melakukan banyak hal saat melakukan pekerjaan dari rumah. Tanpa harus bertatap muka dengan atasan. Ini point penting nih. Hehe.

Hidup itu penuh sawang-sinawang ya? Tidak ada yang salah sih dengan apa yang mereka utarakan saat tau aku mundur dari pekerjaan tersebut. Aku menghargai itu. Semua keputusan tersebut sudah bulat dan untuk kebaikan diriku sendiri. Ada mental yang harus aku jaga. Mungkin hanya sebatas itu yang bisa aku jelaskan. Hehe  

Move at this moment, tidak ada penyesalan sedikit pun yang terasa di hati saat memutuskan mundur. Justru semakin lega dan mental membaik. Sebegitu tertekankah? Ada mungkin yang bertanya, dan aku jawab “Yes!” Menurutku seperti itu.

Entah kenapa, semakin hari saat mengerjakan hal serupa dan berbagai tekanan kanan kiri datang. Yang ada hanya perasaan tak nyaman yang terus muncul. Mulanya aku mengabaikan, aku berpikiran mungkin saat itu aku sedang lelah, aku mencoba berbagai cara untuk terus berpikiran positif. Namun semakin mengerti dan mengenal apa yang dimau hati, aku juga menemukan bahwa visi dan misi sudah tidak selaras dengan apa yang perusahaan terapkan dan itu sangat mengganggu pikiran.

Bertanya pada diri sendiri, apa yang sebenarnya diincar sampai sebegitunya mempertahankan hal yang membuat mental kelabakan. Dan jawabannya tak ada. Iya tak ada. Alhamdulillah aku pribadi sedang tidak dalam keadaan berhutang. Aku mengingat kembali alasan pertama kali memutuskan bergabung yakni ingin mengisi waktu luang. Ternyata aktivitas yang aku pikir mengisi "waktu luang" berdampak buruk dengan aktivitas lainnya. Bahkan merambat waktu bersama keluarga. Alibi yang cukup klise mungkin bagi sebagian pembaca budiman, tapi setidaknya ini yang memenuhi pikiran saat akan melayangkan surat resign. Hehe

Beberapa temen mengatakan harus fight dan bertahan meskipun banyak adegan yang bikin kepala pusing dengan deadline, bekerja sama halnya bertempur di medan perang kali ya. Nyatanya aku tak sekuat itu. Tekanan yang diberikan tanpa jeda, kesalahan yang aku lakukan, merasa gak cocok dengan keinginan perusahaan, Yap itu mempertegas apa yang harus aku lakukan kedepannya.

Hal baik akan terus datang, kebahagiaan akan terus mengalir meskipun tidak lagi menjadi bagian dari perusahaan tersebut. Jalannya memang harus sampai di sini. Next chapter juga menunggu untuk dijelajahi. Sepertinya cukup tulisan kali ini, tidak perlu panjang lebar karena validasi sudah aku dapatkan dari lingkungan yang mengerti bagaimana perasaan saat itu. Selebihnya biar aku simpan sendiri. Have a good day, Pembaca Budiman!

Komentar

  1. Tetap semangat ya mbak nya....apapun itu pilihannya itu lah yg terbaik..semoga jadi sering nulis lagi yak...sering mampir kesini tapi blom ada tulisan yg baru...ini iseng lagi mampir..eeh ada😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah mbaa.. iya mba, sekarang mau rutin nulis lagi minimal 1 bulan ada 2 tulisan. Hehee padahal pengennya dyulu 1 minggu 2x. Kwkwk . Makasih ya mba, jadi semangat menulis lagi nih kalau ada yang sering2 mampir.

      Hapus
  2. Memutuskan untuk berhenti kerja itu memang sulit, tapi memang kesehatan mental itu lebih penting. Saya dulu memutuskan resign juga karena GM saya yang toxic dan demi menjaga kesehatan mental. Saat ini saya kangen bisa kerja lagi, tapi masih berat dengan anak² di rumah

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku tim yang mendukung jika kesehatan mental dan kenyamanan batin adalah prioritas nomer 1 saat bekerja. Saat lingkungan kantor sudah tidak baik, aku setuju jika resign adalah keputusan yang tepat. Jika masih ada yang bertahan dalam lingkungan tersebut, aku juga menyakini selalu ada cerita dibaliknya.

      Keputusan mba untuk berhenti dan mementingkan menjadi madrasah anak-anak juga ga bsa dianggap remeh. Semoga anak-anak mba menjadi anak yang berbakti dan menjadi cahaya surga orang tuannya kelak.

      Hapus
  3. Mutusin berhenti kerja, memang bukan keputusan mudah. Dan aku yakin siapapun pasti udh mikirin mateng2 saat mutusin itu. Toh semua ada alasannya. Kalo memang resign yg terbaik buat kita, lakuin aja. Orang2 yg berpikir sebaliknya ga ngerasain apa yg kita rasain :).

    Aku sendiri mutusin resign pas 2020. Krn merasa job desk yang dikasih juga udah ga sesuai dengan kata hati dan skill. Kalo tetep Nerima, yg ada aku kelabakan dan ga akan bisa KSH hasil terbaik. Saat pergi kantor, yg harusnya semangat, tapi aku malah bad mood, murung, dan marah2 ujungnya, di sini aku pikir udah waktunya stop. Drpd mentalku makin tergerus.

    Jujur ga nyesel. Aku malah bisa eksplor hal lain, dan semakin bisa traveling sepuasnya. Dalam hal rezeki, toh suami malah naik posisi dan gajinya justru lebih tinggi drpd di saat kami berdua masih sama2 kerja. So, ga ada yg disesalin 😄. Krn buatku, keshatan mental ttp jauuuh LBH utama mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Resign emang berat, tapi sejenis keputusan tepat jika berkaitan dengan ketenangan batin. hehe

      Wah iya nih, artikel travelingnya aku sering baca entah itu hotel atau restorannya, kadang juga jadi referensi.

      Hapus
    2. sependapat dengan kak Fanny! Aku pun pernah di posisi "wah sudah ga bener ini" - burn out dengan kerjaan. Meski pasti ada aja yang bilang "halah cemen amat baru dikasih tekanan segitu uda ga bisa kerja underpressure". Biarlah dibilang gitu, daripada mental jadi korbannya ye kan. Rejeki ga cuma datang dari perusahaan yang bikin kita mental breakdown kan hehehe Semangat kak Dian! Semoga kakak bisa dapetin kerjaan yang lebih baik atau malah jadi entrepreneur?

      Hapus
    3. Omongan kek gitu juga sempet aku dapatkan, tapi ibarat batu yang berkali-kali ketetes air ya bakalan cacat juga. Terus mau nunggu batu yang kayak gimana, untuk diakui klo itu udah bikin mental capek. Haha. Sampai di titik ini, tidak ada penyesalan. Sekarang fokus untuk membentuk sesuatu dan menyelesaikan sesuatu. Hehe. Doain ya mbaa.

      Hapus
  4. Resign kadang memang perlu banget buat jaga hati dan mental kita.Toh uang bukan segalanya kan? rejeki bisa dari mana saja.Resign pertama dl kalo aku karena malas bgt punya atasan baru yang attitudenya kurang oke,kok ya dipilih kantor haha.subjektif sih ini.resign kantor kedua karena dah nggak cocok sama bos besarnya haha.skrg kerja dari rumah aja nih,sejauh ini masih cocok sih hehe.semangat buat kita semua

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitu ya mba, emang kadang resign itu perlu di kondisi tertentu. Uang memang bukan segalanya tapi segalanya juga butuh uang. hehe, tapi balik lagi, ada alasan dan keharusan kenapa harus resign yang menjadi pilihan tepat.

      Hapus

Posting Komentar