Mengatur Keuangan Keluarga Milenial Sedap-Sedap Ngeri!

(Source :Pinterest.com)

Assalammualaikum pembaca budiman. Apa kabarnya hari ini, sehat selalu kan ya?. Eh sudah mendekati akhir bulan, lagi nunggu gajian atau masih jauh dari penantian? Kalau sudah, apakah sudah terplot dengan rapi? Jangan sampai boncos ya, karena pada dasarnya nunggu gajian itu lebih capek daripada nunggu habisnya. apalagi nunggu mantan yang masih disayang ngajak balikan. Hehe

Dimulai menjadi Menteri Keuangan  Keluarga Kecil

Sejak menikah dan memiliki gelar “menteri keuangan” begitu Mas Bojo menyebutnya. Aku mulai rajin mengatur dan membuat plot pengeluaran di keluarga kecil kami untuk satu bulan ke depan. Sebenarnya membahas cashflow itu sedap-sedap ngeri alias gampang-gampang susah, betul tidak? Kadang yang terplot untuk apa, jadinya untuk yang lainnya. Belum lagi harus menulis setiap pengeluaran sekecil apapun itu. Ada hal yang memang harus diredam ada pula yang memang harus direncanakan mulai dari sekarang. Begitu pesan dari para tetua mengenai keuangan rumah tangga yang sering sampai di telinga. Yang kalau di pikir-pikir secara serius benar juga. Mengatur keuangan rumah tangga itu tidak bisa dibilang mudah, tidak pula bisa dikatakan susah.

Well, Aku akan coba menyampaikan bagaimana caraku melakukan proker "menteri keuangan" rumah tangga ala Dian.  Akan aku jabarkan secara ringkas, padat, jelas kalau bisa disemati candaan biar gak terlalu serius bangeeeet.

Sejujurnya aku baru mempelajari finansial dengan sungguh-sungguh setelah menikah. Ralat beberapa bulan setelah menikah. Hehe. Bahkan sampai sekarang ini juga masih belajar. Sebelumnya, boro-boro mengatur pendapatan setiap bulan. Ada saldo di ATM saja seperti hanya memberi salam lalu pamit tanpa penjelasan. Entah kenapa, gaji itu cepat banget habisnya. haha. Ada yang gitu juga pembaca budiman, uang di ATM terasa seperti dana siluman? Hahaha

Sebagai generasi milenial yang baru saja dapat gaji. Dulu. aku lebih memperioritaskan keinginanku membeli ini itu. Aku tergolong orang yang suka travelling ke sana dan ke sini. Tanggung jawabku saat itu sebatas membiayai sekolah adek sampai lulus sekolah menengah atas. Setelah usai, aku kembali dengan diriku yang hura-hura. Aku belum memiliki tabungan sama sekali dan baru sadar ketika kuliah “kok yang aku punya cuma ini-ini aja” hHha galau deh, mulai menyesali beberapa item yang terbeli. Benar-benar contoh generasi milenial konsumtif alias boros kan? (jangan dicontoh ya, ayo generasi milenial yang baca tulisan ini segeralah sadar)

Mulanya belum memikirkan tentang investasi ataupun dana darurat yang sebetulnya itu sangat perlu untuk dimiliki. Aku punya prinsip, sejak aku bekerja pertama kali di tahun 2009, aku harus memiliki sesuatu yang menurutku itu patut untuk dijadikan sebuah “aset kebanggan”. Semisal aku memiliki barang yang nilainya lumayan “eh aku beli ini ketika aku kerja di tempat ini” semacam itu. Aku menyebutnya sebuah reward telah bekerja keras, sehingga aku mampu memenuhi keinginanku sendiri. Seiring waktu berjalan, karena terlalu memikirkan “kebanggaan” aku sampai lupa untuk membeli sesuatu yang lebih berharga.

Setelah lulus kuliah dan mulai bekerja kembali, aku mulai menata ulang keuanganku sekedarnya. Iya sekedarnya, sekedar tidak kekurangan uang jajan. Hehe. Ya walaupun setelah kembali berpenghasilan sendiri, aku masih tergoda untuk mengumpulkan barang-barang menurut adalah sebuah "kebanggaan". Hehe. Alasan aku melakukannya sangat klise, semacam balas dendam karena dulu kalau beli apa-apa nunggunya lama banget, sampe barang yang diinginkan udah gak ada di pasaran.

Di tempat kerja yang baru, aku berkenalan dengan seseorang yang bekerja di bank, dia mengajakku untuk membuka rekening tabungan tanpa aku harus datang langsung. Aku setuju bahkan aku juga bisa membuka rekening untuk bapak tanpa bapak harus datang ke sana. Hanya memerlukan tanda tangan di atas form pendaftar bank yang dia berikan. Sekian bulan setelah aku memiliki rekening tabungan tersebut, aku iseng datang ke bank untuk melakukan print out. 

Baca juga: kamu sudah isi? pertanyaan tradisi untuk pasangan yang telah lama menikah

Mbak-mbak teller di sana menawariku membuka tabungan berjangka tanpa sanksi apabila tidak melakukan autodebit dari rekening utama. Menurutku worth it, jadi aku mengambil 2 tabungan sekaligus, masing-masing berjangka 1 dan 2 tahun dengan penerima aku sebagai sumber dana dan atas nama bapakku. Yang aku pikirkan, mungkin nantinya bisa digunakan jika adekku ingin melanjutkan kuliah atau untuk keperluan lainnya. Sekedar informasi, pekerjaanku bukanlah pegawai negri sipil, untuk BPJS pun aku masih mandiri.

Beruntungnya setelah 2 tahun kemudian tabungan itu cair. Dan kebetulan pula mendekati tanggal  menikah, jadi aku gunakan untuk modal nikah deh. Hehe. Terbesit dalam pikiran "Untung saat itu memutuskan menabung". Memang Tuhan punya cara suka-suka untuk menggerakkan hati hambanya. 

Memiliki Tabungan Perencaaan untuk masa depan

(source: bali.tribunnews.com)

Tahun 2019, setelah persiapan penikahan selesai dan aku sah menjadi istri. Mas bojo memberikanku tanggung jawab untuk mengatur seluruh penghasilannya sedemikan rupa guna memenuhi kebutuhan rumah dan kebutuhanku. Karena aku juga masih berstatus bekerja, mulai deh safari di internet metode yang pas untuk mengatur penghasilan kami berdua. Aku menemukan sebuah metode yang sempat aku terapkan, yakni metode 50, 30, 20, dengan pengertian gaji dibagi menjadi 50% untuk kebutuhan, 30% keinginan, dan 20% simpanan (tabungan). Alhamdulillah berjalan sementara. Haha.

Mengapa aku katakan sementara, karena pengeluaran dan pendapatan kami dalam satu bulan ternyata rancu. Sebab dalam satu bulan nominal yang aku pegang berubah-ubah khususnya penghasilanku. Ternyata setelah menjadi “menteri keuangan” rumah tangga, aku harus mempersiapkan dana extra untuk hal-hal tak terduga di samping dana darurat. Hehe. Maklum ya, namanya juga newbie walaupun sudah prepare sedemikian rupa, waktu eksekusi selalu menemukan hal-hal yang tak terduga.  Pengeluaran tersebut seperti perawatan kendaraan, rumah beserta isinya, undangan pernikahan, takziah, jenguk orang sakit, ataupun kunjungan keluarga. Itu sebabnya aku katakan rancu karena ada pengeluaran yang over budget dan mau tak mau aku harus mengganggu presentase keuangan lainnya.

Pada akhirnya yang bertahan dari metode 50, 30, 20 hanyalah 20% untuk tabungan. Setidaknya aku sudah mempersiapkan tabungan sejak awal kami berstatus suami istri. Aku memutuskan membuka tabungan berjangka dengan kurun waktu 2 dan 5 tahun dan bisa berlaku kelipatan. Sebuah bentuk investasi yang kami siapkan untuk masa depan nanti dan ini menurutku sangat-sangat berguna. 

Mengalokasikan anggaran

Karena metode budgeting 50, 30, 20 tidak berjalan dengan baik. Akhirnya aku mem-breakdown apa saja pengeluaran selama satu bulan, supaya keuangan kami sejahtera dan tidak tutup tambal. Hehe. Mungkin bagi sebagian orang, metode ini efektif karena sesuai dengan anggaran belanja mereka setiap bulan, tapi tidak dengan keluarga kecilku. Maka aku harus menemukan cara mengatur keuangan rumah tangga agar tidak boros.

Jika sebelumnya aku hanya menentukan berdasarkan besaran nominal dan presetanse. Kini aku membuat susunan anggaran sedetail mungkin setelah menggumpulkan gajiku dan mas bojo. Aku membaginya menjadi tiga katagori finasial Living, Saving, and Playing. Sebenarnya metode ini tidak jauh beda dengan plot yang aku lakukan sebelumnya. Namun aku ingin memperincinya. Kategori Living terdiri dari kebutuhan belanja bulanan seperti beras, sabun, sampo, minyak, gas, galon dll. Sebelum menentukan beli ini itu pun, aku harus kroscek dengan persediaan yang ada. Sekiranya cukup untuk 2 bulan, aku tak perlu memasukkanya ke dalam list belanja.  

Selanjutnya belanja mingguan, atau anggaran belanja untuk memasak tiap hari dalam seminggu. Seperti belanja sayur dan lauk pauk. Aku membaginya ke dalam 4 minggu dengan pos keuangan di masing-masing week terjatah pasti, jadi apabila ada lebihan di tiap minggu, maka akan masuk pos keuangan “lebihan”. Katagori living selanjutnya adalah tagihan listrik, Orang tua, PBB, wifi, transportasi, cicilan, iuran kampung, orang tua semuanya tercatat sempurna sesuai nominal yang dibutuhkan. Gak takut kurang, kali aja naik?. Aku selalu melakukan pembulatan ke atas dan sedikit lebih untuk jaga-jaga ya yeorobun, sejauh ini semuanya aman.

selanjutnya katagori saving, karena sebelumnya aku hanya menggunakan 1 rekening dan itu membuat keuangan kami salah kaprah. Kini, aku menggunakan 2 rekening untuk membedakan tabungan jangka panjang dan tabungan harian. Jika tabungan berjangka sudah jelas arahnya ke mana, lalu apa fungsinya tabungan harian?. Khusus tabungan harian ini aku gunakan untuk membeli sesuatu yang aku dan mas bojo inginkan. 

Ditambah, saat ini zaman sudah canggih, hampir segala aspek kehidupan kita di dunia yang fana ini dipermudah dengan teknologi. Selain tabungan berjangka, aku juga melakukan investasi yang dapat aku lakukan melalui platform aplikasi di handphone. Tentunya platform yang legal. Inget ya pembaca budiman, yang legal dan sah terdaftar di OJK. Hehe.

Selanjutnya ada dana darurat. Biasanya aku gunakan ketika ada perbaikkan rumah beserta isinya maksudku perabotan rumah ya (pompa air, mesin cuci, kompor, genteng bocor dll), undangan pernikahan, takziah, beli kado dan masih banyak lagi printilanya. tentunya kegiatan tersebut tidak terjadi setiap bulan. Dan apabila dana tersebut tidak dibutuhkan bisa beralih menjadi tabungan. (Tabungan teroooos, Hehe). Terakhir Playing, seperti have fun atau liburan dan sedekah setiap bulan. Semuanya sudah terplot rapi dan di usahakan tidak melebihi budget.

Aku dan Mas Bojo sepakat, untuk liburan jika di tempuh dengan waktu berhari-hari atau liburan antar provinsi semisal pergi ke Jogja, Semarang, Bandung, Jakarta atau Bali, dapat dilakukan maksimal 1 tahun 2 kali. Pastinya liburan semacam itu butuh biaya extra. Untuk bisa mewujudkannya, aku sebisa mungkin tidak mengganggu pos keuangan yang lainnya. Sebelumnya pun, aku harus merencakan biaya yang diperlukan, sehingga di sana benar-benar bisa menikmati liburan tanpa memikirkan anggaran after holiday. Sedangkan untuk liburan jarak dekat, bisa dilakukan di akhir pekan. Semisal berkunjung ke keluarga, ataupun datang ke tempat-tempat wisata yang tidak membutuhkan biaya besar.

Mencatat pengeluaran sampai yang terkecil

Sejak menjadi “menteri keuangan”, aku lekat sekali dengan bon, struk, nota pembelian jika sumber dana berasal dari dompetku. setelahnya pun aku tidak membiarkan lembar-lembar itu hanya menjadi penebal isi dompet, tapi aku juga mencatat semuanya. Mulai dari pengeluaran sekecil apapun itu sampai dengan pengeluaran terbesar. Semisal uang ke toilet umum apabila kondisi kami di luar rumah, uang parkir ataupun pak ogah di jalan yang kadang hanya sebesar 1000 perak. Semua itu sudah masuk ke dalam buku besar.

Awalnya aku ragu untuk mencatat nominal kecil tersebut. Aku mengganggapnya duit receh. Pasti tidak berpengaruh besar. Aku yakin tidak akan ada perbedaan yang signifikan dalam keuanganku.  Lelah juga jika harus berkali-kali mncatat pengeluaran sekecil itu. Meskipun aku di bantu oleh aplikasi di android. Hehe. Tapi ternyata dengan mencatat setiap pengeluaran berapa pun besarannya, itu sangat membantuku melacak kesehatan keuangan rumah tangga kami selama satu bulan sebelumnya. Jadi aku tau, selama satu bulan missing nominal kecil diperuntunkan untuk apa

Melakukan Finansial Deep Talk 

Seperti yang aku katakan di awal, mengatur keuangan rumah tangga itu sedap-sedap ngeri. Jika memiliki pasangan yang saling mendukung, terbuka dengan cash flow rumah tangga, memahami kebutuhan yang ada di rumah serta kebutuhan-kebutuhan lainnya. Maka, kondisi rumah tangga akan aman sejahtera untuk saat ini dan nanti. Begitupun sebaliknya, jika mendapati pasangan yang tak saling memahami, masa bodoh dengan keuangan rumah, menuntut ini itu padahal kebutuhan pokok lainnya masih kurang, yang terjadi hanya percekcokan berulang. bahkan kisah-kisah perpisahnya suami istri juga bisa di picu karena tidak adanya saling topang atau saling jujur mengenai ekonomi. Bukan begitu pembaca budiman?

oleh sebab itu, aku dan mas bojo sebagai keluarga milenial sering sekali melakukan finansial deep talk. Obrolan khusus untuk membahas keuangan kami. Pernah ada kejadian, ketika kami ada keinginan untuk membeli sesuatu, dana sudah terplot dan akan terealisasi dalam waktu dekat. Budget sudah sesuai dan menurut kami itu terkalkulasi dengan benar, kami berpikir aman sampai akhir. Tidak ada pengeluaran tambahan kalaupun ada, sudah tercover dengan dana tambahan yang sudah kami siapkan. Terbelilah barang tersebut. Sayangnya, tak berapa lama kemudian ada hal diluar dugaan. Dana darurat pun jauh dari cukup. kami kelimpungan dan harus memutar otak untuk menemukan solusi yang tepat. Beruntungnya masalah segera terselesaikan, tanpa kami harus saling menyalahkan karena sedari awal pernikahan finansial deelp talk telah kami terapkan. 

Dalam berumah tangga, karena penghasilan dua sumber di jadikan satu. aku dan mas bojo sebisa mungkin terbuka dan transparan mengenai hal apapun ketika menyangkut keuangan. Kami tak ingin ada perdebatan yang berkepanjangan mengenai soal yang sama. Jadi, sebisa mungkin kami saling percaya satu sama lain. Setelah semua hal diatas telah kami lakukan. Mendekati gajian berikutnya. Kami mulai mengevaluasi anggaran sebelumnya. Mungkin ada hal yang memang perlu ditambah, di kurangi ataupun di pending. 

Nah pembaca budiman, Mungkin penjelasan mengenai cara mengatur keuangan keluarga kecilku ini terlalu singkat, mungkin juga enggak mencover pertanyaan dalam benak kalian (sok iye ya, Haha). Yang jelas kondisi rumah tangga setiap orang itu berbeda-beda. Aku tidak bisa menyamaratakan cara, metode, ataupun anggaranku dengan kalian. Mungkin ada hal yang harusnya di kalian ada, tapi di aku masih belum perlu. Tapi setidaknya, sebagai generasi milenial, yang masih memiliki kesempatan untuk belajar dan mendalami finansial planning. Aku mencoba untuk mengatur keuangan keluarga kecilku dengan jelas dan terarah. Semoga apa yang aku sampaikan sedikit banyak membantu kalian yaa. 

Komentar