epat tanggal 9
Desember 2018, hari ini di tahun lalu. Perasaan campur aduk berkecamuk dalam
hati. Bahagia, canggung, tak percaya semuanya beradu menjadi satu. Yang kupikir
, hal itu cuma mimpi. Kalau tidak menikah, ya yang menghampiri adalah mati.
begitukan hidup?. ditakdirkan bersama atau sendirian sampai menutup mata. Tapi
Allah Maha Baik, Dia memberiku kesempatan untuk bisa bahagia dengan menikmati
masa di khitbah seseorang.
Hari ini di tahun
lalu, satu langkah kita lebih dekat. Menyegerakan ingin membuang getir. Sejak
pagi aku sudah gelisah sendiri, menyiapkan ini itu bahkan mempoles diri untuk
tampil cantik di antara yang datang dan yang ku undang. Merapikan jilbab bahkan
kebaya yang sengaja kubeli untuk hari teristimewa. Waktu yang telah disepakati
pun berlalu seperkian menit, gelisah dan gemirisik kanan kiri pun menyeruak.
Beruntungnya segera terdengar informasi jika rombongan yang melamar datang. Aku
kembali mempersiapkan diri. "ah aku akan menikah sebentar lagi".
Begitu yang selalu saja ku ucapkan di depan cermin. Dipinang oleh seseorang
yang tak pernah aku rencanakan dalam satu tahun belakang. Tak pernah
sebelumnya terucap dalam sujud dan akan menjadi pendamping seumur
hidup. Mulanya hanya sebagai kolega, lalu berteman hingga akhirnya dia datang
melamar. Tentu segala sesuatunya berproses. Namun, cukup unik karena tak ada
kendala. Ridho kedua orang tua pun sudah kami terima. Serasa semua langkah
dipermudah.
Di hari itu, 9
Desember 2018, dia- Dipasuta namanya, Pria yang menurutku tak gagah tapi
memiliki niat baik untuk hidup bersama dan menua dengan aku yang penuh kurang
dan minim sabar. Dia yang dalam benaknya menyiapkan mental untuk mengijab di
depan penghulu dan waliku. Pernah waktu itu aku berandai, andai bukan dia yang
datang mungkin saat ini seseorang lainnya yang mencoba menyakinkan. Tapi
kuperjelas lagi, aku sangat keras kepala. Butuh berapa dekade untuk bisa
mengambil hatiku yang pernah terbelah dan berdarah-darah karena jatuh cinta.
Akan butuh waktu lama untuk aku bisa bersanding dengannya. Seseorang yang akan
mengakuisisi dan mengendalikan hidupku nanti.
Untung saja, dia -
Dipasuta yang datang. Pantang menyerah sebelum mendapatkan. Pantang lelah
meskipun batinnya lagi-lagi kubuat kepayahan. Pun setelah hari ini ditahun
lalu, aku sempat menggoyahkan niatnya untuk bersama. Siapa tahu dia akan
berkata "ya sudah aku menyerah dan mari kita berpisah" nyatanya, tak
pernah sekalipun dia terpikir kearah sana. Yang ada, dia justru mengecangkan
ikatan dan berkali-kali berkata sayang.
Jika di ingat-ingat,
sebelum aku berkata "iya" untuk niatnya meminang. Ada banyak keraguan
yang bergentayangan. Bisa jadi dia semena-mena. Bisa jadi dia kan menjadi
otoriter dan hidup yang aku jalani saat ini. Bisa jadi dia akan melenggangkan
ikatan dan habis kesabaran, saat aku tak patuh dan kemudian aku dijatuhkan
dalam kubangan penderitaan. Ya.. bisa jadi, itu yang dibenakku.
Lalu aku berbisik
pada Tuhan. Meminta diberi jalan dan ditunjukkan arah yang benar. Klise bukan?
tentu. Aku hanya tak ingin membuang masa-masa berhargaku. Itu cara
terampuh untukku hilangkan ragu. Sebelum hari itu aku sangat takut, kalau-kalau
keputusan yang aku ambil keliru. Aku pun takut untuk meminta pendapat pada
teman karena sejatinya semua cerita tentangnya bermula dari mulutku saja.
Mereka tak kenal, bertegur sapa pun jarang. Sampai akhirnya aku
putuskan untuk menerimanya. Dia menyakinkanku tak akan berubah
meskipun sudah lama bersama bahkan berpuluh tahun lamanya. Tetap sayang dan
perhatian sebagaimana saat ini dia bertingkah. Gigih berjuang padahal aku dulu
kerap tak sepaham bahkan sempat lontarkan cercaan saat dia menjelaskan
kesalahpahaman. Kupikir dia sangat sabar, bisa meredam emosi dan tenangkan aku
saat aku butuh sandaran.
Hingga tiba hari ini di tahun lalu 2018. Minggu pagi di bulan Desember. Dia bersama keluarga besar datang menawarakan diri menjadi besan. Membawa beberapa bingkisan yang sejatinya untukku yang di utamakan. Aku sembunyikan senyum malu saat keluarganya datang menggoda. Hatiku berdebar "oh Tuhan, aku dilamar". Aku menatapnya dari kejauhan. Dia berwibada dengan kemeja yang kami beli berdua dengan motif senada. Langkahnya mantap maju kedepan. Aku berbisik padanya apakah yakin untuk memulai semuanya bersamaku nanti ?. Dia tersenyum dan berkata " Bismillah aku yakin".
Komentar
Posting Komentar