Walau hidup susah, tapi jangan lupa bantu orang lain!

Untuk orang di sekitarku, terima kasih telah mengajarkan banyak hal tanpa disengaja, tanpa aku sadari anda telah banyak memberi, tanpa pamrih ataupun show off how kind you are. I think you are just being natural, because you are what it is and I’m really impressedSometimes I look didn’t care at all, silly, miserably and annoyed so much. Actually I didn’t meant it. I just try to figure out how to fix my mistakes. But in the end i just screwed up. Sorry 

Pagi ini tak seperti pagi biasanya, kantor memintaku untuk menjadi salah satu anggota pendamping event di salah satu SD di Surabaya. Setelah menyelesaikan tugas pagi untuk membangun tenda kami sendiri, aku duduk-duduk tak jauh dari booth. Di sampingku ada seorang driver kantor sebut saja pak Mahmud. Tak jauh dari posisiku ada satu sales kordinator. Merasa tak ada kegiatan selanjutnya sambil menunggu acara mulai, aku hanya bermain ponsel, sedang pak Mahmud nampak kelelahan setelah membantu membangun tenda. Aku memaklumi itu, mungkin karena usia beliau yang sudah lebih dari separuh abad.

Beberapa saat kemudian mata aku menangkap para guru dan pegawai kantin sedang gotong royong menyampingkan bangku kantin, yang menutup jalan antara pelataran sekolah dan pelataran masjid. Pak Mahmud pun menyaksikan kegiatan tersebut. Saat itu karena sudah banyak yang membantu, jadi aku hanya mengamati mereka dari tempatku berada. Tapi tidak dengan pak Mahmud, beliau dengan segara berdiri dari posisinya dan berlari menghampiri mereka untuk turut membantu. Meskipun mereka tak mengizinkan karena menurut mereka pekerjaan itu bisa diselesaikan sendiri, namun beliau keukeuh untuk membantu.

Tak hanya sekali, berkali-kali aku melihat antusias pak Mahmud untuk membantu sesama di sana, tak perduli kenal ataupun tidak, pak Mahmud seolah tak merasa lelah. Dari sana aku mulai terkesan dengan kepribadian beliau dan ingin mengajaknya berbicara santai. Aku ingin tahu apa yang dipikirkan beliau saat membantu orang yang tak beliau kenal ataupun niatan beliau melakukan hal tersebut. Terlepas karena ada booth kami di sana yang juga jadi bagian dari acara ya. Selepas seluruh aktivitas yang beliau lakukan, aku menghampiri beliau yang duduk di deretan kursi kantin tak jauh dari tempatku. Sejujurnya ini baru pertama kalinya aku berbicara dengan beliau secara panjang lebar yang bukan berkaitan dengan barang-barang kantor. Sebelumnya tak pernah atau mungkin tak sempat. Atau mungkin aku takut. Hehe. Kami memang satu naungan perusahaan namun karena beliau penempatan di luar kota, jadi intensitas bertemu kami jarang.

"pak Mahmud, saya mau nulis nih tentang profile buat di blog, gak apa-apa ya pak?" izinku pada beliau

"buat apa, Mbak?" tanya beliau yang kaget dengan pertanyaan seperti itu

"iseng pak, coba-coba aja, gak, apa-apa ya pak, sekalian tak rekam pak ben ndak lali (lupa-red)"

"halah ngapain di rekam, mbak" Beliau nampak masih tak nyaman 

"wes to (udahlah  pak - Red), pak biar ndak lali lo"

(hanya tersenyum lalu mengangguk)

Aku menggali informasi mengenai beliau mulai dari awal kerja hingga kehidupan pribadi. Pak Mahmud memiliki nama asli Imam Kurniawan namun orang kantor terbiasa memanggil beliau dengan nama Mahmud. Pria berusia 51 tahun telah mengabdi diperusahaan hampir 20 tahun lamanya. Pak Mahmud memiliki bentuk tubuh cukup berisi, kerut wajahnya seolah menunjukkan usianya, senyum yang sejuk dipandang. Pria yang sudah berusia lebih dari separuh abad ini sangat santai ketika aku gali kehidupan pribadinya.

“saya dulu kerja disini (tempat kami bernaung) diawal tahun 1997, waktu itu saya dibantu ipar saya buat kerja di sini, Mbak. Dulu kerja saya serabutan. Oh ya, Jaman moneter itu saya sempat di rumahkan karena perusahaan hampir saja tutup.” kenang pak Mahmud.

Ada masa sulit yang beliau alami waktu Indonesia sedang carut marut terkena krisis, yang paling terasa adalah pemasukan berkurang, sedangkan pengeluaran semakin tinggi. Beruntungnya istri pak Mahmud masih bekerja di perusahaan rokok, sehingga asap dapur bisa terus mengepul. Setelah krisis moneter usai, perusahaan memanggil kembali beliau untuk bekerja sebagai supir. Kala itu gaji yang diterima beliau sebesar 350rb perbulan. Untuk keluarga tentunya penghasilan tersebut masih kurang ditambah kewajiban menyekolahkan dua anak.

“sebenarnya saya juga binggung, tapi mau gimana lagi soalnya ijazah cuma SMP, saya sering pindah-pindah kerja. Cuma ini aja kerjaan yang paling lama. Tapi perusahaan gak ngekei opo-opo, padahal awak dewe iki wong lawas (memberi apa-apa, padahal saya ini orang lama- Red). Mau protes keatasan ya gak digubris. Untunge bojoku ( beruntungnya Istriku- red) kerja di perusahaan rokok, jadi bisa ketolong” Ucap beliau dengan memainkan tutup botol minuman yang ada dihadapannya.

Berbeda dengan pak Mahmud, kakak ipar yang mengajak beliau untuk bekerja kini telah menikmati masa tuanya membuka usaha kecil-kecilan untuk memenuhi kebutuhan. “Sekarang kakak saya sudah pensiun, oh bukan pesiun tapi keluar dan buka usaha sendiri di rumah. Di sini gak ada yang namanya pensiun, perusahaan pasti gak mau kasih pesangon, jadi nunggu pegawainya sendiri yang keluar” Cerita pak Mahmud.

Katakan saja perusahaan tempat kami bekerja tak seimbang memberikan reward yang sesuai saat itu. Contohnya beliau yang tak bisa bertindak lebih, karena terbatas dengan usia. Bahkan untuk pegawai yang hampir menghabiskan lebih dari separuh kehidupannya di sana. 

Kedua anaknya kini masih mengenyam pendidikan, untuk Si Sulung, menduduki tingkat SMK dan sekolah kejuruan multimedia, sedangkan Si Bungsu masih duduk di menengah pertama. Keinginan beliau hanya ingin melihat apa yang di impikan anak-anaknya menjadi nyata. Jika mereka ingin kuliah sebisa mungkin akan beliau usahakan untuk mewujudkannya 

“kalau yang besar kalau mau kuliah ya kuliah tapi rasanya dia pengen kerja, kalau si bungsu rasanya pernah ngomong kuliah”

Pria kelahiran 24 November 1966 ini, hanya tersenyum ketika aku tanya mengenai hidup. Dan alasan membantu orang-orang yang ku lihat tadi. Tak ada pernyataan dengan kalimat yang intelek yang keluar dari bibir belia. Hanya saja, kalimat yang beliau utakan pas tepat sasaran sebut saja itu hati. Pemahaman beliau tentang hidup itu memang cukup pelik tapi asyik. “hidup susah memang, tapi pokoknya hidup dan bantu orang, kalau gak isok bantu duit ya bantu tenaga lak isok, ngunu waelah Mbak (kalau gak bisa bantu uang tenaga kan bisa gitu aja mbak- red)”

Mungkin pembicaraan kami singkat, karena memang dalam kondisi event berlangsung. Namun pelajaran yang saya petik dari obrolan santai kami begitu penting nilainya. Untuk kita yang sering mengeluh dengan sesuatu belajarlah menerima apa yang ada di depan mata. Kalau masih memungkinkan berusaha. Maka berusaha hingga temukan titik menyerah. Sedangkan menyerah anggap saja dikamus hidupmu tak pernah ada.

Note : I’m really thankful and grateful, whatever you have done, maybe it was simple but from the other likes me  it such as slap.  Now, i realize i have a chance to improve my life gets better.. 

Have a good day Pembaca Budiman!

Komentar