Mungkin aku yang salah tak hati-hati memberikan
kesempatan kedua pada dia yang tak bisa menjaga. Mungkin juga terlalu sulit
baginya untuk setia pada satu rasa hingga ia mengabaikan apa telah kupercayakan
untuknya. Di sini semuanya menjadi lebih parah. Luka yang belum pulih
benar semakin menjadi dan tak kunjung terobati. Dia memutuskan untuk menghianati
apa yang sudah kupercayakan, tak sekalipun perduli dengan sejauh apa aku
meyakini diri sendiri jika ia patut untuk kesempatan sekali lagi.
Memberikan kesempatan kedua menurutku tak salah.
Manusia tentu mengenal kata jera. Barangkali kesempatan itu akan digunakan
sebaik-baiknya. Tak mengulangi salah dan berencana untuk sesuatu yang lebih
indah kedepannya. Menaruh harap kelak dengan kesempatan kedua seseorang akan
kembali percaya padanya. Tak memandang lagi masa lalu yang diisi penuh dengan
tangis sendu.
Namun, pikiranku tak selaras dengan jalan
pikirannya. Dia merancau dengan mudahnya. Membuang jauh-jauh janji yang
diutarakan tanpa risih. Memilih mematahkan hati di tengah jalan lantaran rasa
bosan menyeruak tak karuan. Membuat aku lagi-lagi tersakiti hingga ke ulu hati.
Terlebih membuatku membencinya setengah mati. Begitulah kesempatan kedua yang
dia dapatkan dengan sengaja disia-siakan tanpa pikir panjang.
Kadang yang nampak indah memang tak bisa menjamin bahagia. Buktinya dia yang kuberi leluasa dan menggebu ingin bersama, bertindak sebaliknya. Semakin melukai, menggores hati dan tak lagi menghargai. Dia memang jauh dari sempurna. Aku tak akan menuntut bahkan tak kupermasalahkan hal itu. Hanya saja, aku ingin dia memperbaiki yang pernah ia rusak. Menyambung apa yang telah ia putus sepihak. Hingga pikirku memberikan kesempatan kedua adalah solusinya. Tapi nyatanya aku salah. Logiku lumpuh terserang cinta buta. Dia kembali seperti semula, menyakiti tanpa ampun meremehkan yang ku titipkan yakni perasaan.
Komentar
Posting Komentar