Cerpen Tentang Arashi - You Should Be Know

Ps : part 8 of Tentang Arashi, mengumpulkan mood untuk menyelesaikan ini cerpen sungguh lama, why ? biar dapat feelnya. happy reading!

Hari ini tidak ada pelajaran ataupun kelas. Sekolah mengadakan camping dialam bebas selama dua hari. Tepatnya di daerah Sukabumi, Jawa barat. Hitung-hitung melepas penat setelah seminggu bertempur dengan soal dan lembar jawaban. Setelah packing perlengkapan dibantu bunda. Aku segera turun ke meja makan untuk sarapan sama-sama. Meskipun pekerjaan ayah lebih sering berada di luar kota. Khusus Week end, Ayah selalu di rumah. Setidaknya itu permintaanku untuk pekerjaan yang ayah geluti.

“Bintang, don’t make a messy thing there!” ucap Ayah yang mewanti-wanti. Maklumlah, Seorang Bintang kalau gak buat kegaduhan maka tak Bintang namanya. Sudah terkenal mah dari SD kalau aku suka banget bikin rusuh. Ya bukan rusuh yang gimana-gimana sih, hanya saja, bikin guru-guru selalu notice dirapot kalau aku sering banget usil ngerjain teman atau lari-lari ketika pelajaran. Itu dulu btw, sekarang aku sudah jadi anak baik kok. 

“Siap, Ayah” tanganku memberi hormat bak pasukan abdi negara. Bunda hanya tersenyum melihat tingkah anak dan suaminya itu.

“inget, Bintang, jangan buat keributan ataupun nyeleneh disana, itu alam bebas” pesan bunda berikutnya

“iya bunda, yaelah Bintang kan udah gede"

Ayah dan bunda geleng-geleng kepala seolah tak percaya dengan omonganku.

“yaudah Yah, Bun. Bintang berangkat dulu, Aras udah otw jemput. Assalammualaikum” pamit ke ayah bunda dengan cium tangan kemudian tas yang sudah terisi penuh kubawa ke depan teras. Tak lama kemudian suara motor Aras sudah tiba di depan rumah, segera aku mengambil helm yang diserahkan Aras dan duduk di jok belakang.

let’s go” ucapku pada Aras.

Motor Aras melaju dengan lancar, membelah keramaian jalan sekitar Jakarta di Sabtu pagi. Aku meletakkan dagu bahu dan melingkarkan tanganku ke perutnya. Tak ada percakapan yang berarti diatas motor. Aras hanya menjawab pertanyaanku seadanya. Aku heran dengan cowok di depanku ini, sebenarnya yang bunglon siapa sih aku atau dia. Kemarin-kemarin keponya gak ketulungan, sekarang diem kayak orang sariawan.

“Ras”

“hem!” 

“kamu kapan hari pernah bilang kalau aku ga boleh bunglon kan?” tanyaku mencoba mengulang memori nya beberapa minggu lalu

“iya, lalu?” dia malah tak paham, kan begini nih Aras, teorinya bener tapi prakteknya nol besar. Gitu aku yang disalahi. Resek banget kan?

“lah.. malah gak sadar. Kok kamu sekarang yang bunglon. Sebentar-sebentar baik, sebentar-sebentar care, terus sekarang cuek” aku mencoba menjelaskan perubahan sikapnya akhir-akhir ini. Jengah juga kalau dicuekin Aras kayak gini.

Motor memasuki pelataran parkir sekolah, sudah ada 3 bis yang menunggu di sana. Aras tak kunjung menjawab pertanyaanku barusan. Dia sibuk nata rambutnya yang kepencet helm itu.

“Ras, gini nih, sebel aku, kalau diajak ngomong gak direspon” aku menarik-narik kaosnya. Aras menoleh kearahku dengan nafas jengahnya.

“kamu kan yang bilang buat aku deketin Tia ? Terus salahku dimana? Aku bunglon dimananya?”

"oh jadi kalau kamu deketin dia, kamu cuek di aku?" tanyaku balik

“Aras” Suara melengking datang dari samping kami, reflek kami menoleh bersamaan. Duh nasib-nasih tau kalau yang panggil itu Tia. Aku langsung menghentikan obrolan kami dan segera beranjak pergi ketika Tia semakin mendekat. Setelah itu mereka berdua memasuki bis yang berbeda denganku karena memang bis dibedakan berdasarkan kelas.

“Bintang, ngeliatin jendela aja, ada vampir ala edward cullen?” senggol Kanaya .

“apaah sih, kunti!”

“kenapa lagi? Kok sewot mulu sih hidup lo, Bi. Heran gue”

“Kay, salah gak sih kalau gue bilang ke Aras, kalau gue ngizinin dai pacaran sama lampir?" mataku masih memandang arah jalan raya sesekali menarik nafas berat 

“lah.. begok!, kok bilang gitu, emang lo mau Aras sama mak lampir ? bukannya lo cinta mati sama dia ya?” Ucap Kanaya sambil menggerus snack jagung kesenangannya

Aku menggeleng kuat. Siapa yang mau berbagi orang yang disayang dengan orang lain. Tapi kalau gak gitu aku bakalan kejebak dengan hubungan yang aku sendiri binggung bagaimana melanjutkannya, bersabahat dengan orang yang aku suka. Jadi, satu-satunya cara ya biarin Aras deket sama Tia, karena setauku Aras juga suka sama Tia, jadi buat apa aku ngehalangin mereka. Meskipun aku ngerti ngasih lampu ijo ke mereka berarti ngebuat aku harus jaga jarak dengan Aras.

“Bintang, lo itu gak cuma lemot di pelajaran, tapi juga di hal ginian ya. Bilang aja ke Aras kalo lo suka sama dia, simpel kan kalau kayak gitu” saran Kanaya yang berkali-kali dia ucapkan kepadaku

 Aku menutup mata dan menyandarkan kepala di kaca bis samping kiriku. " tau ah" 

“yee.. , ntar bis ini bocor bannya gara-gara lu deep breath mulu.  Gini loh Bintang. Bukannya gak tau, tapi kalau kayak gini terus-terusan lo yang bakalan sakit hati. Gue yakin 1000 persen klo Aras itu juga sayang sama lo, lagian ya, gak ada tuh ceritanya cewek sama cowok sahabatan seakrab ini kalau gak salah satu ada salah duanya punya rasa lebih. Mungkin karena takut lo nya nolak dia mancing-mancing pake namanya Tia, bisa aja kan?” 

Ucapan Kanaya sama sekali tak kugubris, karena aku yakin Aras suka sama Tia. Aras Sayang ke aku ya seperti sayang ke saudara perempuannya kayak tyas atau Kak Dita. Aras sendiri yang bilang dalam keadaan sadar. Intinya apa yang dikatakan Kanaya itu gak masuk akal. 

Sampai di tempat camping, Pak Bastian sudah mengambil aba-aba dengan toaknya, menyerukan instruksi untuk camping hari ini dan para siswa di minta kumpul di lapangan.

“Oke anak-anak untuk untuk mempersingkat membangun tenda mohon untuk seluruh siswa kerja sama. Untuk siswa perempuan di sebelah kiri sedangkan untuk siswa laki-laki disebelah kanan. Bapak berikan waktu satu jam untuk membangun tenda. Jika yang lainnya sudah selesai bantu teman lainnya, setelah itu kita berkumpul lagi di tengah untuk acara api unggun. Paham?”

“paham, Pak” jawab kami serentak dan bubar jalan

***

“Kanaya mau aku bantuin” suara seseorang dari belakangku dan Kanaya. Si lelaki itu bernama Faisal.  

“Boleh, Sal” Jawab Kanaya dengan dengan sikap sok cantiknya. Faisal- Siswa kelas IPA 3 yang juga sekelas dengan Aras. Menurut legenda, dia suka dengan Kanaya sejak kelas 1. Namun sayang, dia pernah ditolak Kanaya dengan alasan tak di izinkan orang tuanya pacaran sampai ia lulus SMA. Padahal Kanaya saat ini sedang berkencan dengan Edo yang jelas-jelas satu sekolah dengan kami. Pinter banget kan itu bocah kalau ngarang cerita, alibi gak di izinin orang tuanya lah, mau fokus berlajar dulu lah. Untung cantik. Hebatnya Faizal - dia keukeuh buat care sama Kanaya meskipun udah di tolak mentah-mentah. Aku juga baru tau kalau si kunti putus dengan Edo gara-gara Edo selingkuh dengan teman bimbelnya. Duh Edo, Kanaya itu kurang apa sih, dia cantik iya, pinter juga iya, prestasi kemana-mana baik sekolah ataupun diluar sekolah. Dia gak ngaca apa mukanya gimana kayak tembelan panci gitu.  
Setelah ini mungkin Kanaya akan pacaran sama cowok jangkung itu, sejujurnya, aku setuju kalau Kanaya dengan Faisal, dia anak basket, tampang juga oke, hidung mancung, gigi rapi hanya saja sedikit gak pinter. dia hanya perhatian dengan Kanaya meskipun Kanaya lebih sering menolak secara halus sampai kasar apapun yang berasal dari Faisal. Nah ini tumben. 

Oh, ya soal pacaran, aku sudah minta izin ke Ayah bunda. Mulanya ayah keberatan, karena menurutnya aku masih kecil. Ayah segera tanya siapa calon pacarku karena minta izin untuk pacaran. Sontak aku menggelengkan kepala karena memang belum ada kandidat yang akan dijadikan pacaran kecuali Aras. Tentunya aku tak menyebutkan nama Aras, takutnya Ayah malah berpikir yang tidak-tidak karena aku dan Aras menurut mereka cocok jadi Adek kakak.  Setelah berkali-kali aku minta izin, ayah meluluh asalkan pacaran dirumah dan gak lebih dari jam 9 malam. Perlukah aku bersyukur kalau model pacarannya kayak gitu? 

Balik  lagi,  Faisal  mulai aktif membantu kami untuk mendirikan tenda. tangannya cekatan, dan menurut pengamatan dia paham betul cara mendirikan tenda.Roman-romannya si Kay memberikan lampu hijau dengan Faisal ini. Jadinya berasa aku nyamuk kan yang nemplok di pipi Kanaya siap di usir kalau-kalau aku ganggu. Ah, gak enak banget cengok sendiri gini. Ngelirik Aras dia lagi bantuin Tia bangun tenda. Tuhan, cobaannya berat juga yaa, panas mah ini hati. sudah resiko juga suka sama sahabat yang dianya gak suka sama kita.

“Sal, kalau mau bantuin yang bener. Gak usah curi-curi pandang gitu yang ada ini tenda gak segera berdiri . Tolong tangannya bekerja yang bener” Ucapku ketus padahal yan dilakukan Faisal sudah sesuai SOP mendirikan tenda. 

“duh, Bintang mulutnya kalau ngomong gak kesaring ya, Lihat dong Faisal udah punya niatan ngebantuin masih aja dicela” pembelaan dari Kanaya dengan suara dibuat-buat bikin aku tarik rambut panjangnya. Tuh kan bener, Kanaya mah soal cowok dia jago. Mati 1 tumbuh merimbun mah. Kanaya ih gak peka banget,. Sahabatmu ini iri woy!!

“its okay, Kay” balas Faisal yang sok ya masih tahan aku ketusi. Gitu kali ya jatuh cinta penuh perjuangan meskipun di bantai berkali-kali.

“sabar ya, Sal. Bintang emang gitu anaknya. Mulutnya kasar tapi hatinya baik kok” Lah ini kunti muji apa nyela sih, gak paham

“udah cepet dibangun ini tendanya, keburu subuh!!” sahutku memecahkan romansa kedua insan yang sedang jatuh cinta ini.

***

“Kunti, temenin aku pipis yuk” ajakku ke Kanaya yang sedang asyik-asyiknya berbincang ria dengan Faisal.

“Bintang ini ih, gak bisa ya lihat teman bahagia sebentar” dia berdecak kesal 

“lah… Kunti jadi gitu. Oke aku pergi sendiri!” sungutku meninggalkan Kanaya. Gitu ya kalau dua orang sedang kasmaran, semuanya serba dinomer duakan. omegat, aku benar-benar tidak punya orang di sampingku saat ini

“yah ngambek, iya bentar-bentar” cicit Kanaya yang tak bergitu kuhiraukan. Aku segera berlalu menuju toilet alam yang disediakan panitia.

“jangan ngambekkan gitu dong, Bintang” Ucap Kanaya setelah aku keluar dari toilet dan akan menuju tenda

“bodoh amat!, pergi sana”  usirku yang tak indahkan Kanaya, justru dia gelendotan dilenganku.

Tak lama kemudian, aku melihat  Aras dan Tia yang sedang ngobrol manja tak jauh dari tempatku berdiri. Hal itu terlihat dari raut muka Aras yang begitu sumringah. Aku menatap Aras tajam, kebetulan matanya pun menoleh kearahku. Melihat aku yang nampak geram. Aras kemudian berjalan kearahku. Oke dia sadar jika mata ini hampir lepas menatapnya. Kalau aja enggak udah aku gibeng itu cowok, bodoh amatlah

“Bintang kamu ngapain disini?” tanyanya heran melihat aku dan Kanaya yang kelihatan ngobrol asik rada’ jauh dari tenda. Padahal kan enggak, ceritanya aku lagi ngambek sama si Kunti yang masih gak mau lepas lenganku ini.

“lagi main petak umpet, pergi sana cewek kamu lagi nunggu” usirku terang-terangan. Sekali lagi bodoh amatlah sama mereka berdua, sama-sama ngeselin. Aku melepas ngelanjotan Kanaya lalu berjalan menuju toilet darurat. Sengaja aku senggol bahu Aras agar dia minggir. Jauh dari mereka berdua 

Aras menahan lenganku dan memutar tubuhnya menghadapku ”kamu kenapa lagi sih” tanyanya heran.

“gak kenapa-kenapa lepasin. Sana ke pacar kamu, kasihan kan dia nunggu” ucapku menyindir. Biar dia kerasa kalau aku juga jengkel banget sama dia.

Aras melepaskan pegangannya, wajahnya tampak garang saat ini, seolah menyimpan amarah yang siap meledak sewaktu-waktu “oke Bintang make it clear, kamu minta aku deket sama Tia, tapi ketika aku udah deket kamu marah, ngambek gak jelas. Sebenernya mau kamu apa sih!!!”  

“udahlah, Ras gak usah teriak-teriak aku gak tuli, lepas!1" lidahku keluh pas mau ngomong kalau aku jealous ali-alih ngomong itu aku justru ngomong kalimat bodoh seperti itu.

“Bintang, talk to me, what should I do for you?”

“nothing, just go”  Mataku menyorot tajam binar matanya. Rasanya mataku mulai perih sesuatu ingin mendesak untuk keluar. Yap air mata.  I think it’ll be easy for me to let you go, but  my tears come out while I saw your attention, your affection to her, I’ve been broken, Ras.

“Bintang, semuanya gak akan selesai kalau kamu terus-terusan kayak gini, tolong jelasin letak salahnya dimana. Kenapa akhir-akhir ini kita jadi rumit kayak gini” Aras mulai merancau. 

 Ingin sekali semuanya kujelaskan hari ini, detik ini juga apa yang menganjal di hati dan pikiranku 

kamu pengen tau kenapa aku kayak gini, itu semua gara-gara ucapan sialanmu itu, itu semua gara-gara kamu. Aku yang bodoh suka sama kamu, tapi kamunya tetap anggap aku sahabat. Aku yang bodoh bilang ngerelain kamu sama Tia, tapi nyatanya hatiku justru sakit ngelihat keadaan barusan. Aku yang suka kebakaran jenggot sendiri. Dan kamu cuma bilang kita ini sahabat. Iya sahabat!!. Brengsekkk

Bintang, tolong jangan diam aja” pinta Aras dengan nada lirih seolah menyerah menghadapi tingkahku terdiam membisu

“Ras tolong minggir, pak Bastian sudah nunggu disana” daguku sengaja kumajukan menandakan arah api unggun. Aras mengalah, dia minggir dari jalanku di ikuti Kanaya. Berpapasan dengan Tia aku berhenti sejenak disampingnya. Dia meliriku dengan pandangan meremehkan seolah sudah menang dari pertarungan, kalau gak gebetannya Aras, udah aku jambak rambutnya kayak kemarin dasar mak lampir!.

Komentar