Cerpen Tentang Arashi- Rasa


PS : Next for part 14 of Tentang Arashi. Agak lama iya! sibuk iya,! no ide juga iya. tapi semoga masih bisa ngegerakin tangan buat ngelik lalu baca. 

Beberapa waktu setelah lampu kembali menyala, MC meminta maaf karena kesalahan teknis ini dan langsung melanjutkan acanya.

“Maaf ya, untuk jedanya barusan, OKe! selanjutnya untuk ratu kali ini jeng-jeng jeng siapa yaa. Kalian pada penasaran kan? Oke langsung aja, ratu untuk malam ini yang beruntung adalah..” putus suara MC dengan sengaja untuk membuat para siswa lagi-lagi di grogotin penasaran, aku juga tentunya talking to much nih MC, sebelkan jadinya.
 “Yang kita pegang ini ada dua nama, selisih poling mereka tipis banget hanya 5 point, oke langsung aja Sorry for Bintang Azalea and the winner is Arestya Gilbran, selamat!!!!”  Ucap MC yang cukup membuatku terdiam di tempat sesaat, sebelum menyadari sorak tepuk tangan dari para siswa. Sebenarnya aku tak mengharapkan menjadi pemenang, karena memang menjadi nominasi sudah syukur alhamdulillah. Tapi, kenapa harus Tia yang mengalahkanku, sepertinya maksud dari kalimatnya tadi adalah ini. Dasar wanita licik!

Mataku memandang Aras sayu seperti mengirim telepati padanya, jika aku tak suka ia bersanding dengan Tia. Tentu, aku tak mengharapkan jika Aras tiba-tiba turun. Sungguh itu pikiran tak masuk akal. Namun, sejujurnya aku mengharapkan dia melakukan hal itu. Aras melihatku dengan tatapan iba. Mungkin dia paham jika aku kesal dengan apa yang baru saja terjadi.

“okee, inilah ratu kita malam ini, Tia, beri tepuk tangan sekali lagi” ucap MC menyambut kehadiran Tia ketika menaikki panggung. Kanaya yang ada di sampingku mengumpat sebal dan menyumpahi Tia yang dianggapnya memanipulasi hasil poling. Aku sudah tak ingin berada di sana lama-lama, tapi Kanaya memintaku untuk bertahan sebentar lagi, ia ingin melihat sejauh mana Tia bertindak dan aku menurut dengan lugunya.

“sudah jangan sedih, Aras tetap pilih kamu kok di hatinya” hibur Kanaya, mengelus-elus lenganku.

Aku memaksakan tersenyum hambar, melihat tulusnya Kanaya mendukungku. Dalam hati kecilku, sebenarnya meskipun aku benci padanya, tapi aku tak boleh tutup mata.  Aku akui jika Tia memang cantik. Dia adalah model sekolah yang tak beda jauh dengan Kanaya, dia sering ikut lomba modeling atas nama sekolah, dan sekolah merasa tersanjung akan gal itu. Sedangkan Kanaya, sejak kelas 3 dia memilih vakum dunia model dan endorsenya, ia lebih fokus sekolah untuk bisa masuk universitas negri. 

tapi untuk urusan otak.Boleh aku bilang dia begok. Untuk nilai setauku dia pas-pasan bahkan sebelas dua belas denganku. Dan lagi, saat ini, aku dongkol, emosiku sepertinya sudah di ubun-ubun, tak
 bisa diredam lagi. Selain itu dia juga gadis yang banyak jadi incaran para siswa untuk dijadikan pacar. Entah sudah berapa lelaki yang menjadi mantan pacar Tia disekolah ini. Namun sepertinya obsesi Tia hanya pada Aras.

Aku menghela nafas panjang menyaksikan keduanya yang kini berdansa. Hal itu mereka lakukan sebagai syarat wajib bagi pemenang raja dan ratu malam ini. Aku tau Aras terpaksa melakukan itu sedangkan Tia, ia tak perduli jika Aras membuang muka padanya. Dia tetap menatap Aras lekat. Rasanya aku ingin maju menemui mereka dan berteriak kencang tepat di mukanya INI PACARKU WOI, TOLONG MINGGIR!

Tia semakin bertingkah, kepalanya ia sandarkan di bahu Aras. Sorak riuh dari temen-temen ngeliat Aras dan Tia seperti ini. Mereka ngegumam kalau keduanya cocok. Bahkan ada yang bilang, kalau seharusnya Tia yang sama Aras saat ini. Karena gak kuat ngeliat mereka yang nempel kayak prangko dansa  di sana, mendingan aku pergi.

“mau kemana Bintang?” tanya Kanaya yang cegah tanganku

“mau ketoilet bentar”

Kanaya mengangguk, lalu ngelepasin pegangannya. Dia paham kali kalau aku gak betah terus-terusan ngeliatin Aras dan mak lampir lagi mesra-mesraan gitu. 

***

Ngeliat pantulan wajah di kaca westafel, aku meringis sendiri. Ngeyakinin kalau Aras gak bakalan flirt ke Tia.Will  Never be!.  Tapi gak tau kenapa airmata udah netes aja di pipi kalau ngebayangin tadi. Cengeng banget sih. Buru-buru air mata aku hapus sebelum ngerusak make up hasil karya bunda. Meskipun itu gak ngembaliin mood ketika datang ke sini tadi.

Pas mau keluar dari toilet, Tia tiba-tiba muncul dan ngehadang di depan pintu kayak preman yang mau malak. Persis kayak dia sekarang

“minggir, gue mau lewat, kalau mau malak sorry lagi kere” 

“Pirang, ini masih permulaan masih ada selanjutnya!” Tia seolah tak pernah lelah untuk membuatku jengah dengan tingkahnya

“receh, mending minggir deh!!” balasku yang tampak geram namun masih menahan marah. Tanganku udah ngegumpal berasa pengen nonjok. eh dianya pura-pura tuli, malah magrak di depan pintu. Ya, semoga tuli beneran kalau gitu mah!. Gak juga minggir dia malah bergaya seperti model yang lagi pamer baju yang kebuka sana sini di catwalk Macam orang sok banget. “Minggir gak?” sorot mataku sudah berapi-api, kalau sampai dia gak minggir mending sekalian aku tarik rambutnya kayak kapan hari, ribut-ribut deh. Nanggung kalau ditahan mulu yang ada ntar bisulan.

Begitu dia mau ngomong, sudah ada orang di belakangnya dan itu Aras “Bintang ayo” ajaknya menggandeng tanganku  lalu melewati lampir satu ini. Kali ini dia selamat dan gak bisa berkutik karena Aras keburu narik aku dari dalam sana, matanya ngelihatin kami kayak panas dalam gitu.

Setelah jauh dari Tia, aku tepis tangannya, gak tau kenapa emosi masih aja nempel di pikiran begitu keinget Aras tadi. Rasanya doi sadar sama sikapku, dia berhentiin langkahku dengan segera  berdiri depanku kayak pak satpam yang lagi introgasi tamu  yang mau masuk komplek “marah gara-gara aku dance sama Tia?”

“menurut kamu!?”

“lah malah tanya balik, kan tadi itu emang sudah tradisi kalau siapa yang jadi raja dan ratu prom night bakalan dance, Bi!” balas Aras dengan nada merendah.

“ya, kenapa harus deket-deket gitu?, gak bisa apa jauhan posisinya” mataku mulai meremang, bener-bener gak tau kondisi nih mata. Tahan plis Bintang, tahan

Aras ngemajuin langkahnya, reflek aku mundur “mau apa?!” tanyaku siap siaga. Dia ngehela nafas panjang, kedua tangannya pegang lenganku “kamu cemburu kan?” 

definitely nope!” 

Aku buang muka dianya malah senyum-senyum senang gitu, padahal mukaku udah ngegelembung kayak ikan gabus gini. Aras ngebimbing tanganku buat ditempelkan di dadanya. Rasanya detak jantung Aras kenceng banget kayak kereta api express  dugdug dugdug, “Bintang, di sini cuma ada kamu, aku gak tertarik dengan orang lain apalagi Tia. Kalau aku bisa tadi pasti aku nolak karena aku udah dapat Ratuku dan itu kamu. I love you more than you do, Dear!” 

Aku jamin siapapun kalau dapat pengakuan kayak gitu pasti udah terbang tinggi. Untung aja kakiku tertolong dengan gravitasi bumi jadi masih di tanah. Aku berdehem buat ngatur nafas. saliting gila kalau diposisi kayak gitu terus. Sesekali natap mata Aras yang ngeliat aku lekat-lekat, dia coba ngeyakinin aku kalau omongannya itu benar adanya. Tapi berhubung gengsi masih tinggi, tangan segera aku tarik. “oke!” jawabku singkat, cukup ngewakili apa yang aku rasakan deg deg ser. Sesungguhnya aku percaya apa yang dikatakan lelaki yang ada didepanku ini, tapi, apa daya debar-debar di dada tak bisa dikontrol lagi jika terus-terusan di posisi seperti ini.

“oke?” tanyanya memperjelas maksudku

“iya, oke, aku percaya”

Aras mengulum senyum yang ngeliatin lengsung pipitnya. Cowokku ini emang mau dilihat dari sisi mana aja tetap aja manis. 

“Cuma itu aja?”

Hah? Emang harus gimana?”  

“ini loh yang ngebuat aku harus ngedekte apa yang aku omongin ke kamu, kadang kamu lemotnya kebangetan. udahlah lupain, ayo kita gabung lagi di pesta, habis ini penampilan dari anak-anak. Aku  juga pengen ngeliat kamu tampil!” ucapnya mengandengku menuju keramaian

“kan aku gak bilang kalau aku bakalan tampil, Ras”

“udah tampil aja, sama aku ya? Kita duet lagu yang sering kita nyanyiin, how?”  ajaknya tanpa perduli jawabanku.

sounds good tapi itu kalau Cuma berdua, tapi kalau beramai-ramai jangan harap. Aku dan Aras kembali menuju dekat panggung dan berdiri di samping kanaya dan Faisal “dari mana aja, Bro?” tanya faisal ke Aras.

“abis nemenin ikan gabus nih” Jawab Aras nunjuk kearahku. Lah baru aja baikkan malah kayak gini, ngejelek-jelekin pacar sendiri kayak ikan gabus. Ngajak perang nih lakik!. “terusin aja hina, terusin, Ras” ucapku dengan menatap Aras seperti akan melahapnya hidup-hidup. Tapi tangannya segera menangkup pipiku

“enggak-enggak, bercanda kok, Bentar ya.. aku kesana dulu” pamit Aras dan menuju sisi panggung untuk berbisik sesuatu pada MC.

“ngomong apa dia?” Kanaya berbisik, aku hanya menghardikan bahu sama tak tahunya. Sedangkan Aras tiba-tiba mematung di samping MC. Pertanda buruk rasanya

“oke! Ada temen kita yang mau nyanyi buat kita semua di sini, silahkan untuk Handika dan Bintang Azalea maju ke panggung” ucap MC. Tuh kan bener, Aras cari perkara. Aku kira dia bercanda eh ternyata beneran. Demi Iphone yang bakalan ayah belikan ketika aku masuk universitas negri nanti, apa yang aku katakan pada Aras tadi hanya bercanda. Oke untuk debat mungkin aku mau, tapi ini nyanyi suaraku gak bagus-bagus amat. Tolong Tuhan, kalau bisa buat listrik padam sampai besok pagi.

“Bintang ayo” ajak Aras yang melambai padaku, diikuti sorot mata siswa lainnya, Kanaya melebarkan pandangannya tak percaya. Dia tertawa puas ngeliat aku bakalan di permalukan oleh pacarku sendiri. “mampus,  makan itu Bi. Hahaha”

“kampret, diem!!” senggolku hingga Kanaya hampir terjatuh untuk segera di cegah Faisal.

Dengan langkah berat aku maju kepanggung meraih microfon yang disodorkan Aras. Sedikit godaan dari MC datang melanda. Benar-benar hidup di negara api rasanya. Dia menanyakan kedekatan kami. Tentu, tanpa basa-basi lagi Aras nyeletuk jika kami ini berkencan. Dan hell!  Bisa dipastikan gunjingan temen-teman dan fans Aras riuh di belakang kami. Ingetkan tadi mereka jodoh-jodohin Aras dengan Tia dan sekarang kenyataan pahit harus mereka terima. Jika idola mereka berkencan dengan seorang Bintang bukan bintang idola just Bintang !. Untung saja setelah ini tak ada kelas ataupun harus setiap hari datang ke sekolah. Setidaknya lirikan maut ataupun sindiran dari kasar sampai halus gak akan sanggup buat didengar. Segitu nistanya kah kalau aku sama Aras?. Contohnya aja setelah prosesi penembakan yang Aras di saat di camp, apakah itu real atau gimmick gak tau kenapa satu sekolah jadi benci banget ngeliat aku sama Aras. Belum kujawab Suara Aras sudah menggema di Microfon "no its real , we are couple right now".

Aras meraih gitar yang ada di sampingnya. “Siap?’ bisiknya. Of course aku ngegeleng kuat, siapa yang siap kalau mau nyanyi tapi audiencenya ngasih tatapan benci gitu. Aras mengelus punggung tanganku, sekali lagi tatapannya seperti berbicara gak ada terjadi apa-apa setelah ini. Iya kayak gitu. Padahal hati beta nih sudah meriang gak karuan. 

Dia mengambil posisi, duduk di kursi dengan stand mic di depannya. Sedangkan aku berdiri di sampingnya menggenggam microfon erat-erat, kali aja dengan gitu micnya pecah atau tiba-tiba rusak jadi aku gak jadi tampil, gitu mungkin bisa!. Tapi sialnya hal itu gak kejadian. Aras mulai petik sinar gitar sampai mengeluarkan nada-nada indah. Oke! Kita bakalan nyanyi lagi if I gonna fall in love­ –nya  A rocket to the moon.

Lagu ini adalah lagu yang kita nyanyiin ketika kita jatuh cinta nantinya dengan siapapun. anggap aja angan-angan kalau kita nanti jatuh cinta. Mungkin waktu itu aku belum ada rasa apa-apa ke Aras, jadi aku asik aja nyanyinya. Tapi sekarang gak, aku ada rasa dan rasanya luar biasa bahagia.

Suara merdu Aras mengawali lirik pertama disambung dengan petikan gitar yang pas. Menyihir siapapun yang mendengarkan. Serak-serah indah gitulah suaranya. Aku aja tertegun dia bisa main gitar juga bisa nyanyi. Jangankan nyanyi, ngaji aja dia pinter. Soleh, pinter, taat orang tua. Bunda cita-cita nikah muda boleh gak sih?!.

I'm gonna take my time
Make sure that the feeling's right
Instead of staying up all night
Wondering where you are


Miles and miles away
In a town in another state
I wanna know if you just can't take

The thought of us apart

Sempat ia berhenti bernyanyi karena memang lirik selanjutnya adalah bagianku. Aku masih terpaku di tempat, suaraku tiba-tiba tak mau keluar. Aku takut jika nantinya akan ditertawakan. Aras tak henti-hentinya memanggil namaku. “Bintang” ucapnya lirih. Aku menggeleng kepala kuat tak berani untuk mengeluarkan suara.

“kamu pasti bisa!” sergahnya lirih. Kemudian memulai lagi petikan gitarnya. Aku menelah ludah berkali-kali sebelum mulai bernyanyi. Demi Planet bercincin yang semakin indah jika dilihat melalui teropong bintang. Semoga apa yang keluar dari mulutku ini tak mendapatkan cercaan dari pada fans Aras.

If I'm gonna fall in love
There's gotta be more than just enough

I gotta get that old feeling
I gotta get that old high


Satu lirik kunyanyikan. Pertama memang itu seperti beban, aku takut melihat ekpresi para siswa yang  di depanku mendengarkan suaraku ini. Mungkin jika mereka bawa boto ataupun telur atau tepung, itu sudah mendarat di wajahku.  Mataku memutar kearah Aras dia senyum senang. Nyatanya senyum itu ngebuat aku mudah untuk meneruskan lirik hingga kami memadukan suara di bagian reffnya.

I come from an empty town
Far away from the city sounds
I'd like to settle down someday
And I need to know your past


Di akhir nyanyian kami, tepuk tangan riuh mereka berikan.  Entah itu untuk Aras saja atau memang tentang penampilan kami yang menurut mereka memukau. Tentu itu tak lepas dari permainan gitar Aras. Saat aku melirik kearah Kanaya, tampaknya ia memperlihatkan ekpresi takjub. Temanku satu ini, rasanya tak percaya dengan suaraku yang ia sering diledek cempreng.  Kali ini dia memberikan dua jempolnya dan memberikan siulan yang cukup menggemma di aula. Tak cukup sampai di situ MC pun memuji suaraku yang katanya cukup merdu. Oke! Cukup yaa, bukan bagus-bagus banget. 

Kami kembali keposisi di mana ada Kanaya dan Faisal di sana. Mereka menyambut kami dengan senyum sumringah menampilkan gigi rapi mereka. Mereka gak percaya kali kalau temennya ini emang bukan penyanyi tapi se enggaknya suaranya gak buruk-buruk amatlah. “aku gak nyangka kalau kamu…” suara Faisal terputus, yang bikin aku segera memicingkan mata nunggu kalimat selanjutnya.

“kalau kamu apa?” tagihku 

“kalau suara kamu gak ada perubahan,haha untung ada Dika yang pinter nutupi suara fals kamu tadi. Makasih ya,Dik. Lo nyelamatin telinga kita dari suara lengkingan Bintang ” lanjut Faisal yang kemudian menyalami Aras dan disambut gelak ketawa Aras. Nyebelin kan dua manusia ini. 

Tapi untuk hari ini, meskipun aku gak terpilih jadi ratu prom night. Aku sudah bahagia. Ada Aras yang sekarang udah jadi pacar sekaligus sahabat. Mungkin dulu aku belum bisa ngasih yang terbaik buat dia, selalu bikin dia marah dan binggung karena sikapku yang kayak bunglon. Tapi sekarang gak akan, sebisa mungkin aku gak akan nyakitin hatinya, menjaga apa yang kami mulai. Karena sampai saat itu terjadi, aku nyakitin Aras dan Aras pergi dari sampingku. Aku bakalan kehilangan dia sebagai pacar sekaligus sahabat yang selalu menemaniku.

Komentar