Cerpen Tentang Arashi - Turn 18 Y O!

Ps : Part 6 of tentang Arashi. Masih happy-happy aja buat garap ini cerpen.

Sepulang sekolah, Aras ajak aku kerumahnya, Katanya sih mamanya ada perlu dan pengen ketemu aku. Ya pasti aku gak nolak dan Bunda pasti ijinin. Setelah kirim sms ke Bunda kalau aku bakalan mampir dulu kerumah Aras dan dibalas dengan emot senyum. Helm yang digantung di kaca spion motor Aras kupakai dan segera duduk di bangku belakang jok motor Aras.

“ada apa tante Mia mau ketemu aku, Ras?” tanyaku pada Aras. Daguku kutempelkan di bahunya. Sedangkan tanganku melingkar ke perutnya. Kayak orang pacaran ya?. Iya bener! tapi sayangnya ini cuman temenan. Kata Aras yang hanya boleh kayak gini, itu Aku, mama sama pasangannya nanti. Kan aku pasangannya nanti. Ngarep lah.  Selebihnya kalau cuman temen pegangan tas aja. Hehe 

“gak tau, Mama tiba-tiba aja tadi sms mau ketemu kamu bentar” jawab Aras setelah menoleh sekilas kearahku.

“bintang..” panggilnya tanpa menoleh lagi, pandangannya fokus kedepan. Gantian aku yang mendekat lagi lewat bahu Aras

“why?”

“jangan jadi bunglon lagi, ya. Ini yang terakhir” suara Aras dengan nada tinggi, berlomba-lomba dengan suara mesin dan kendaraan yang lalu lalang

Aku hanya mengangguk senang. Aku sempat melihat Aras juga menyunggingkan senyum melalui kaca spion motor.  

Sekitar tiga puluh menit perjalan, motor Aras masuk pelataran garasi rumahnya. Sebenarnya jarak rumahnya Aras gak begitu jauh, tapi karena sempat omong-omongan sama Aras jadi dia sengaja ngajak muter-muter. Begitu melihatku, tante Mia meletakkan gunting rumput dan melepas sarung tangan kemudian memelukku girang “udah lama gak kesini ah ini anak cantik, tante kangen tau”. Maklumlah Bintangkan anaknya ngangenin, gak ketemu 2 minggu sejak ultah tante Mia aja, doi udah gini. I miss you too, Tan

 “iya tante, PR banyak abis ini UNAS les juga kadang sampek malem, bunda juga kasihan sendirian ditinggal-tinggal” 

“kamu udah makan?, kalau belum makan di sini ya, sama tante sama Handika juga” Aku mengangguk keras. Sudah tak sungkan lagi kalau kesini, berasa rumah sendiri lah. Mau makan tinggal pilih

Semuanya sudah terjejer rapi di meja makan. Berwarna-warni mau buah tinggal ambil, mau nasi warna putih atau merah juga ada.  Lauk Ikan dari empang sampai iklan laut juga ada, ayam bebek apa  lagi, sayur mayur juga ada, ditambah kue-kue yang gak murah belinya. “wait-wait ini ada apa ya, Tan?” tanyaku bengong. Lah kan ini bertiga tapi berasa pesta buat warga kampung.

Tante Mia tersenyum, mengguratkan sesuatu. Apa ada kabar bahagia jangan-jangan Aras mau dijodohkan sama aku. Haha pede gila kalau itu. Lagian Aras sama aku masih sama-sama bocah boro-boro mikir nikah, berdiri dikaki sendiri buat beli ini itu aja belum mampu. Gak sih itu aku, kalau Aras pemikirannya dewasa banget. Gak cocok sama umurnya sekarang. Rela deh, Tan kalau Aras harus nikah sama aku, lakuin pernikahan  dini juga gak apa-apa, Bintang Rela, Tan. 

Tiba-tiba dari pintu dapur kedengaran suara Bunda, Ayah, Kak Dita dan Kak Tyas ngasih kejutan sambil menembakan confetti sedangkan bunda bawa kue ultah. Wait ini ada apa ya. Kok kayak demo gini, ngelirik Aras dan tante Mia mereka menghardikan bahu sambil cengar-cengir gak ngasih kode sama sekali. OMG!!!! Ini ulang tahunku, lihat tanggal di handphone ternyata bener tanggal 15 Mei. Kok bisa lupa sih ulang tahun sendiri. 

Aku berlari menuju pelukan bunda setelah bunda menyerahkan kue tart ketangan kak Dita. Bunda mencium keningku “selama ulang tahun anak bunda” ucapnya lembut. Tangannya tak henti-hentinya merangsek di antara rambut pirangku. Lalu aku bergantian memeluk Ayah. “Terima kasih ayah” ucapku girang, ayah mencium keningku

“nih, tiup dulu lilinnya” ucap kak Dita. Kuenya ucul ada fotoku di sana di kelilingi lilin 18 biji menandakan usiaku saat ini, “make a wish dulu, sis” sahut kak Tyas

Aku memejamkan mata sesaat, setelah itu meniup lilin di atas kue tart yang di bawa kak Dita.  Disambut riuh tepuk tangan semua penghuni rumah ini. Huhu seneng banget, bisa gak sih waktu berhenti saat ini.  Biar aku bisa bahagia sama mereka. Ada kak Dita sama kak Tyas yang jarang dirumah tapi khusus buat sore ini ngeluangin waktunya buat aku. Ada Ayah yang selalu sibuk dengan kerjaanya diluar kota seminggu pulangnya Cuma 3-4 hari tapi sore ini berdiri sini. Ditambah keluarga tante Mia yang baik banget jadi pengen nangis. 

Kok tiba-tiba ada air ya di pipi. Mata juga berasa kelilipan. Ngelihat mereka yang ada di depanku sekarang bayangannya kayak ada dua.

“kok Bintang nangis?” tanya tante Mia yang merangkul pundakku

Kan kan kan, airmata durjana tanpa disuruh keluar dengan sendirinya. Buru-buru deh ngusep butiran bening itu dari pipi cubbyku ini, biar ndak ngerusak bedak “Bintang terharu aja, Tan” jawabku singkat

“sini peluk Bunda” Bunda merenggangkan tangannya, tangisku tumpah di jilbab pink milik bunda itu. Gak tau kenapa berasa senang, haru, sedih semuanya jadi satu. Hari ini surprise banget deh pokoknya.

“ihh cenggeng ih” Aras menggoda sambil menyodorkan hadiahnya. What! Aras nyiapin kado, kapan doi belinya. Kan jadinya tambang sayang. 

“selamat ulang tahun, Bintang!” ucapnya dan mengkoyak-koyak rambutku lalu mencubit pipiku. Lalu gantian Kak Dita dan Kak Tyas yang mencium pipiku kanan kiri serta kalimat wajib “semoga panjang umur, sehat selalu dan segera dapat jodoh” . Aku mengamini dengan suara lantang dan disambut dengan cubitan sayang Bunda di pinggang "Belum yaa, jangan pacaran dulu, sekolah belum lulus" tuturnya

 

***

Ternyata kejutan tak berhenti sampai di rumah Aras saja. Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamar dan, mataku memutar dikamar, ada yang aneh dengan kamarku ini. Selain bersih aku merasa ada barang yang tampak asing. satu MacBook Pro 17 di atas meja belajarku. Aku kebinggunggan benda mahal ini milik siapa., pasti ini dari ayah. Aku langsung lari keluar kamar menuju ruang tamu. Ayah dan bunda ternyata duduk sofa menonton acara televisi sedang berbincang-bincang 

“Ayah..” sapaku pelan

Ayah dan bunda menoleh, aku berlari menuju mereka dan memilih duduk di antara keduanya. Menenggelamkan kepalaku di dada bidang ayah “Ayah terima kasih kadonya, Bintang seneng banget”

Tau apa yang kumaksud, Ayah hanya tertawa renyah “kamu sekolah yang rajin, ya. Semoga impian kamu terlaksana. Jangan malas-malas belajar” pesan ayah. Aku pengangguk senang

“ayah, boleh gak bintang minta satu lagi” tanyaku takut-takut

Ayah menaikkan satu alisnya, “minta apa lagi?” Sebelum aku mengutarakan niatku, sudah ada instrupsi suara manis di depan rumah

“Assalammualaikum” suara dari depan rumah disusul dengan ketukan lembut

“Walaikumsalam” Bunda menyambutnya. Samar-samar aku dengar Bunda mempersilahkan seseorang masuk dan mengatakan jika aku sedang bersama ayah di ruang tamu. Ketika aku menengok aku lihat Kanaya dan Edo datang kerumah.

“Bintangg… happy birthday” suara Kanaya yang tiba-tiba dengan membawa kue ulang tahun. Kukira gadis itu sibuk dengan pemotretan karena endorsenya berjibun. Bukannya dia tadi bilang kalau hari ini jadwalnya padat banget, termasuk agenda kencannya dengan Edo. Ah, ternyata muncul disini,  sengaja pasti ngasih  kejutan, dibohongi mentah-mentah nih. Tapi aku seneng  “terima kasih kunti, Edo” ucapku menyambut pelukan Kanaya

“eh…. Please ya, namaku sudah elok, dipanggil kunti” prosesnya lagi. 

"Iya nih, dia cantik tau" Edo tak terima

 Aku tertawa terpingkal melihat romansa mereka

anyway, wish you all the best ya,” imbuhnya dengan tulus dan pelukan sekali. 

"sudah makan?" tanya bunda pada mereka berdua, "Kalau belum yang ke 2, yuk ikut makan di sini sama Bintang" ajak bunda tanpa ada penolakan dari 2 tamu specialku ini

***

Pagi harinya, setalah rapi dengan seragam sekolah aku turun kemeja makan. Melihat bunda yang masih sibuk di dapur aku menghampiri bunda. Memeluknya dari belakang, gak tau kenapa nyaman aja kalau sandaran kayak gini “Bintang kenapa?” tanya Bunda yang langsung memutar tubuhnya

“gak kenapa-kenapa, pengen aja peluk bunda aja”

“kamu makan, abis itu berangkat bareng siapa, Aras atau motor sendiri?”

“sama Aras, Bun. Ayah sudah berangkat ya?” tanyaku sambil berjalan menuju meja makan. Bunda hanya menggangguk. Oke back to normal. " luar kota, atau di kantor sini Bun?" 

"Di kantor Jakarta kok, nanti sore balik"

Setelah menghabiskan sarapan, Aras datang. Pas banget. kami  bergantian mencium tangan bunda 

“Hati-hati” pesan Bunda

Motor Aras melajut dengan pesat, tak butuh waktu lama kelihaian Aras mengemudi motor perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh 20 menit, bisa 10 menit lebih cepat kalau Aras yang setir ya tentu komat-kamit baca sholawat kalau dibonceng

Masuk parkiran, setelah menata rambut lewat kaca spion aku sama Aras menuju kelas masing-masing. Di ana sudah ada Tia yang siap menyambut Aras dengan melambai-lambaikan tangan. Bodohnya pula, Aras juga bales. Alhasil Tia berjalan menghampiri kami.  Karena udah janji sama Aras gak bertingkah kayak anak kecil lagi, aku mecoba memutar mata mencari seserorang yang bisa dijadikan pelarian Syukurlah lihat Kanaya di lorong mau ke kelas.

“Kanaya..” Teriakku, sebelum Tia berhenti di depan kami, aku segera pamit ke Aras untuk menyusul Kanaya. Aras pun mengangguk. Langkah kupercepat, sebelum mak lampir bikin rusuh.

Kanaya menoleh kearahku dan menghentikan langkahnya. Dia mengulurkan tangan untuk kugandeng. Kami berdua tersenyum tanpa arti dan melenggang pergi menuju kelas. Sesekali aku melihat Aras dan Tia yang berjalan dengan lengan Aras yang dipeluk oleh Tia lalu menghilang dalam kelas. Kan manusia ganjen itu resek banget. Lihat kayak gitu kok panas banget ya ni hati. Belum lagi kalau mereka jadian, rasanya bakalan ada kebakaran. Apa akunnya harus relain cintaku ke Aras ya, kan Aras gak mau kehilangan aku sebagai sahabatnya. Aku harus mulai terbiasa, iya aku harus terbiasa.

Komentar