Aku tak menampik, jika rasa yang muncul dimulai
dari aku. Iya. aku yang mulai mencintaimu lebih dulu. Aku yang mulai terpesona
dengan gagahnya dirimu. Aku terlena dengan kebaikkan yang kau tunjukkan itu.
Hingga kuberanikan diri untuk mendekat. Aku tak mempersalahkan ketika cibiran
nyaring terdengar bahwa seorang perempuan tak pantas jika lebih dulu
mengutarkan cinta. Aku mampu mengabaikannya.
Bukankah jatuh cinta itu terlihat ngilu jika hanya
dipendam rapat-rapat dan hanya bisa menatap. Jadi, kupastikan saat itu aku
mulai mencoba meraih tanganmu. Selalu berada tak lebih dari dua meter posisimu.
Namun kau tampak acuh hingga aku ingin menyerah saja. Begitu sulitkah jika
impianku memilikkimu berganti menjadi teman yang selalu disampingmu apapun
kondisimu.
Tapi ada takdir yang sedang bermain hingga aku dan
kamu menjadi kita. Kamu harus tau betapa bahagianya aku waktu itu. Kamu mau
membuka hati dan menjadikan aku bagian dari masa depan dengan penuh kepastian.
Aku percaya dengan pernyataan yang penuh cinta. Bahkan tak ada alasan untuk
kita lepaskan ikatan. Kita menjalani hari-hari penuh cinta. Berjanji untuk
menyamakan tujuan dan menyamarkan perbedaan. Memahami prinsip masing-masing.
Seolah aku dan kamu menjadi kita selamanya.
Lambat laun, sadar atau tidak masalah kecil menjadi
besar. Selalu ada alasan untuk kita terus mempertahankan ego masing-masing. Apa
waktu menjadi pemisah yang kejam hingga dirimu pindahkan hati yang dulu terisi
penuh oleh aku. Entahlah, tiba-tiba jatuh cinta tak semenarik dulu. Kamu
mengatakan bosan padahal mataku tak pernah berpaling menatapmu. Meski
berkali-kali aku yakinkan jika aku mencintaimu dan takut kehilanganmu. Nyatanya
kamu tetap memilih berpisah. Jika hatiku ini kaca, mungkin sudah pecah belah.
Aku harus menelan kecewa jika cinta itu kandas. Tak baik jika aku memaksa kita
harus tetap bersama. Kini, patah hati harus aku alami. Aku tak ingin seseorang
yang kucintai terluka. Mungkin lebih tepatnya, aku juga tak ingin terluka lebih
parah.
Mempertahankan sesuatu tanpa cinta didalamnya itu tak benar. Bagaimanapun juga tentang kita, aku yang memulainya. Pada fase ini aku lupa jika jatuh cinta itu semuanya mutlak tentang cerita bahagia. Sedangkan aku melihat bahwa bahagiamu tak perlu lagi denganku. Tak perlu lagi aku sebagai kekasih yang sebenarnya ingin ada untukmu.
Komentar
Posting Komentar