Untuk Indonesia Yang Kucinta

Sebelumnya, siapapun yang membaca tulisan ini tolong dipahami. Di dunia cyber setiap orang tidak dibatasi atau boleh mengungkapkan dan mengutarakan apapun, asalkan tidak merugikan pihak manapun. Jika tidak bisa ikut andil untuk menyuarakan di depan semua orang. media yang ada adalah pilihan dan dirasa mampu menjadi jembatan untuk menyampaikannya, termasuk yang kulakukan ini. Aku sadar mungkin ada perbendaharaan kata atau kalimat yang tak tepat, namun inilah pemikiranku yang kuutarakan ketika ide itu muncul saat aku membuka mata.

 Beberapa waktu yang lalu bangsa Indonesia disambut dengan hari lahir PANCASILA ditanggal 1 Juni. Kalau boleh jujur, aku sebagai bangsa Indonesia sendiri masih belum paham, bagaimana harus menyambut hari yang dikalenderku di Bold dengan warna merah ini. Apa itu menandakan bahwa aku bukan seorang pancasilais ?. Sedangkan aku tahu dan hafal setiap ayat dan mampu menguraikannya dengan pengetahuan ku yang minim ini. Tidak hanya itu, sedikit demi sedikit mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, meskipun belum sepenuhnya. Apa hal tersebut masih belum cukup bagiku untuk disebut seorang Pancasilais ?. Lalu apa karena setengah-setengah dari eksekusiku mengenai pemahaman Pancasila dikehidupan sehari-hari, yang juga dilakukan oleh masyarakat Indonesia menjadi dasar atas segala konflik di Indonesia yang aku cintai ini.

Sudah menjadi Headline dibeberapa negara bahwa Indonesia yang dikenal dengan negara multikultural ini dilanda krisis Pancasila. Banyak negara yang menyayangkan dengan apa yang terjadi di Indonesia. Miris memang! negara yang memiliki begitu banyak adat istiadat, budaya, dan mengakui beberapa keyakinan yang dipeluk masyarakatnya berkonflik untuk saling menjatuhkan, dan merasa paling benar. Kejadian nyata yang menjadi perbincangan dunia adalah kepemimpinan non muslim di ibukota yang di vonis menistakan agama. Awalnya aku tak perduli karena memang bukan di kotaku dan tidak akan berdampak sama sekali padaku. Namun karena ada isu yang mengatakan akan terjadi demo besar-besaran, yang di ikuti oleh ribuan muslim di berbagai penjuru Indonesia di ibukota. Akhirnya berimbas dengan di merahkannya kalender masehi oleh presiden Jokowi sebagai hari libur nasional. “Hadiah” libur tersebut menurutku aneh, kenapa harus dinasionalkan, dan kenapa harus diliburkan.

Aku tergelitik untuk menyaksikan video yang dimaksud. Video yang menjadi viral dan menjadi bukti utama bahwa sang pemimpin ibukota melakukan pelecehan agama, ketika melakukan kampanye untuk pemilihan gubernur yang akan berlangsung. Pertama kali aku menyaksikan, video yang terpotong dan dimenit krusial sang pemimpin mengutip surat Al-Qur’an yang di floorkan didepan audiensnya. MENURUT PENDAPATKU atau INTERPRETASIKU, kandidat tersebut tidak bermaksud melecehkan. Yang kutanggap dari apa yang dikatakannya adalah kandidat tersebut meminta kepada warga untuk tak termakan dengan politisi yang dalam kampanyenya MEMANFAATKAN agama untuk masyarakat setempat yang masih awam. Dan video tersebut pun tak diyana disebarluaskan dengan menambah-nambahkan deskripsi yang mampu menyulut amarah siapapun yang menonton terutama yang kontra dengan sang kandidat. Hingga akhirnya kadidat yang juga masih menjabat sebagai kepala daerah itu dihukum dengan hukuman yang sulit untuk diterima akal.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa black campaign itu “ legal dan sah ” bagi tim sukses setiap kandidat untuk melancarkan aksinya. Mungkin tidak semua yang memberlakukannya, tapi saya yakin it does exist. Meskipun ada anggapan bahwa politik itu “kotor”, namun saya percaya masih ada orang-orang didunia politik yang nuraninya tidak mati. Ingin benar-benar mendediksikan hidupnya untuk negara yang lebih baik.

Aku lahir di Indonesia, keluargaku beragama muslim, tentunya aku juga menjadi muslim. Muslim bukan pilihanku tapi itu adalah identitasku. Orang tuaku mengajari nilai-nilai agama sedari kecil terutama tentang tanggung jawab sebagai seorang muslim yakni mengaji, sholat, berpuasa pun dengan bersosialisasi antar umat beragama. Beranjak dewasa, pengetahuanku mengenai agama sedikit meluas bahwa di Indonesia ada beberapa agama yang diakui pun dengan aliran-alirannya tak terkecuali dengan aliran agamaku sendiri.

 Aku masih memegang islam karena memang aku sudah jatuh cinta dengan agama ini. Meskipun ibadahku belum sempurna, tapi aku sedikit banyak tahu tentang islam dan mengimani setiap sabda yang Allah ucapkan. Aku pernah mendengar salah satu ustad mengatakan bahwa setiap pemeluk agama akan mengagungkan agamanya. AKu setuju!. Namun dengan catatan TAK MERENDAHKAN agama lainnnya. Namun yang terjadi di Indonesia saat ini adalah agama menjadi KOMODITAS yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang tak bisa bertanggung jawab untuk menghancurkan kebhinekaan yang sudah mendarah daging di Indonesia. Agama memang menjadi pegangan bahkan KEHARUSAN bagi setiap pemeluknya, namun jangan dijadikan boomerang untuk menghancurkan sesuatu yang memang dari awal sudah multikultural yakni Indonesia. 

Jika ditanya, apa aku mendukung kandidat tersebut, aku jawab tidak. Aku hanya apresiasi perubahan yang sangat signifikan dimasa kepemimpinannya. mampu do real action sebagai pemimpin. Sayangnya, mungkin kalimat yang diutarakannya ketika itu kurang tepat. Jika pernah mendengar sebuah kalimat Manusia adalah tempatnya salah, itu adalah benar.  Tapi apa dirinya lepas tangan ?. Dia bertanggung jawab, mengakui kesalahan dan menerima hukuman. Namun itu masih belum cukup untuk pembencinya hingga masalah etnis pun mulai dimunculkan, agama yang dianutnya pun dipermasalahkan. Ini adalah pemikiranku, murni dari nuraniku dan sebagai cerminan untuk diriku, bahwa tanggung jawab atas segala tindakan itu tidaklah mudah, tapi harus tetap dilakukan untuk menjadi manusia yang mulia. 

Komentar

Posting Komentar