Tepat setahun lalu, gejolak batin selama empat tahun
dibayar di pagi yang indah. Di bawah langit yang cerah dan udara yang segar.
Diiringi doa orang tua, kakiku yang sedikit gemetaran menuju pelataran kampus
orange. Maklum saja, waktu itu sidang skripsi, jadi aku sengaja datang
pagi-pagi sekali untuk tahu siapa pengujinya. Sedikit cerita, pagi itu aku
memasang wajah sok tenang dan tegar. Ketika ditanya teman lalu diberi motivasi,
aku cuma senyum dan angguk-angguk pertanda paham. Padahal, pagi itu perasaanku tak
karuan, parno dengan penguji skripsi yang kadang bikin mahasiswa keluar dari
ruang dengan wajah yang tak menentu. Kedatangan pagiku tak berbuah manis,
penguji masih belum kuketahui, pas tanya ke mbak Cusnul (TU Dep Kom) bilangnya "ndak tau" (Mbak, itu kebohongan yang ga asyik loo).
Nahasnya lagi sidang harus ditunda karena ada
penguji yang belum datang dan satunya lagi sedang nguji mahasiswa lain (dari
sini mulai tau calon pengujiku salah satunya siapa). Well, jantung
ketika itu kok ya berdebarnya malah frontal denger jawaban model
gitu. Malam sebelumnya tidurku tak begitu nyenyak, dihantui berbagai
perasaan khawatir. Kalau-kalau esok hari paperku akan di bumi hanguskan, dicaci
maki, dihina-dina bahkan dilemparkan ke wajah oleh penguji (maafkan yaa mas/mbak/pak
penguji, itu sekelebat kok pikirannya). Padahal itu mahakarya (halah) untuk
memenuhi deretan skripsi perpus, ditambah kukerjakan dengan cucuran darah penuh
perjuangan dan pengorbanan di kampus “tak berbayar." Perjuangan untuk
mengakhiri pembelajaran akademik dan untuk menyambut pelajaran hidup selanjutnya.
Detik jam seolah terdengar nyaring di telinga,
detak jantung pun masih tak santai. Keringat dingin terus bercucuran di
pagi yang sebenarnya terasa dingin. Mungkin lagi, efek akan disidang, yang
hasilnya mempengaruhi masa depan (namun ternyata tidak, hanya bukti kita pernah sekolah hingga Sarjana). Semua pengetahuan empat tahun dipertaruhkan
untuk hari itu. Berdoa tentunya kulakukan di setiap langkah menuju ruangan
eksekusi. Berhadapan dengan pada dosen penguji yang aku sendiri tak tahu siapa
mereka yang akan menguji. Sekali lagi, dosen di komunikasi UA (Nah pada tau kan ya, aku kuliah di Universitas mana) tak akan bisa
ketebak sifatnya, kadang baik peringainya, lucu goyonannya, bahkan akan ada
dosen yang luwaaaaar biasa selalu ingin menang sendiri (lagi-lagi ini
interpretasiku, maafkan ya mas/mba/ buk/pak) mereka terlalu moody-an.
Sudah jam 09.00 seharusnya para penguji hadir, tapi
karena ada info akan diundur sekitar 15 menit jadilah kubaca lagi sebendel
paper yang belum terjilid itu. Oh.. fail yang kubaca tak
masuk otak mungkin terlalu grogi. Baiklah 20 menit kemudian para penguji masuk.
Satu-satu ku amati “Oh.. yaa. Dosen ini asyik, dosen ini gokil, lohh.. kok ada
dosen ini, lah dosen pembimbingku mana” yaa begitulah batinku penuh tanda
tanya.
Ujian muncul lagi, ketika leptop yang harusnya
kusambungkan dengan LCD, kabelnya ga nyampek, diputar kanan putar kiri
ya gak muncul di layar. Ya Tuhan kenapa lagi dengan hari ini. Oke! Penguji
bilang, "ga usa pake PPT, pakai leptop kamu saja". Lah kan aneh
materiku pakai audio visual. 30 menit menjelaskan latar belakang, teori, gambaran
umum, pembahan serta kesimpulan. Fokus fokus begitu pesanku dari diri sendiri.
Akhir presentasi usai. Manuver pertanyaan pun mulai muncul. Setiap lembar demi
lembar dapat kritikan, dipertanyakan kenapa begini, kenapa begitu. Seharusnya
begini, seharusnya begitu. Ga usah pakai ini, kurang teorinya,
pembahasannya kurang dalam lah (nah.. inikan emg penelitian yang diskriptif
bukan yang eksplore). Dan masih banyak lagi yang dipertanyakan. Sebenarnya
sidang itu santai layaknya ngopi di warung kopi. Tapi siapa sangka dari “ngopi”
di warung, itu tadi ada pertanyaan yang buat otak muter nyari jawaban yang
sekiranya tepat. Singkatnya, 45 menit dihabiskan di ruangan yang tak
terlalu besar dan dipenuhi meja kursi. Diisi oleh 4 orang termasuk aku dan penguji.
Tiba saatnya pengumuman hasil sidang. Pas keluar ruangan ada mbak-mbak cleaning
service yang juga penasaran dengan hasil sidang.
Aku cuma ngasih senyuman sambil mengangkat bahu, aku juga gemetaran “ga tau mba, lihat hasilnya aja nanti” itu kalimatku ke mbak cleaning service tadi. 5 menit kemudian masuk keruang eksekusi, mendengar ucapan dari penguji tentang skripsi yang penuh coretan tadi. Akhirnya, skripsiku dinyatakan lulus dengan sederet PR yang harus segera diselesaikan dengan deadline yang tak panjang. Ahh biarlah itu urusan belakangan, setidaknya one step closer untuk segera “minggat” dari kampus kesayangan dan tak bergelar mahasiswa abadi. Senang luar biasa tentunya antara hasil dan usaha seimbang nilainya. Semoga Pembaca Budiman paham ya, kalau ini merupakan momen yang aku tunggu selama 4 tahun bergelar mahasiswa. Penuh haru dan penuh dengan kelegaan.
Komentar
Posting Komentar