Manisnya Wisata Kawah Ijen

Kawah Ijen merupakan sebuah obyek wisata di kota Banyuwangi yang terkenal dengan blue fire dan keberadaan kawahnya dipuncak gunung yang indah. Tentunya tempat ini berhasil menarik minat wisatawan tak hanya domestik, tetapi juga wisatawan mancanegara, untuk sekedar menikmati keindahan alam Indonesia. Termasuk juga saya, yang pada dasarnya memang suka untuk menjelajah. Lebih tepatnya keluyuran dialam bebas. Nah.. Artikel yang akan saya review kali ini, membahas mengenai perjalanan menuju puncak Kawah Ijen bersama rombongan dari open trip, yang saya ikuti beberapa waktu yang lalu. Meskipun bukan pertama kalinya menginjakkan kaki di Kawah Ijen. Namun saya masih merasa takjub dengan pemandangan alam yang ditawarkan oleh obyek wisata ini. Dikeliling dengan pegunungan serta cemara gunung yang berdiri kokoh disepanjang pintu masuk. Tak lupa pula dengan bunga hias yang langkah, membuat Kawah Ijen semakin menarik untuk dijelajahi lebih jauh.

Kawah Ijen merupakan obyek wisata dalam kawasan gunung aktif, memiliki tinggi 2.443 mdpl yang dapat ditempuh dengan perjalanan 2 hingga 3 jam jika tak terlalu banyak beristirahat. Jika beruntung datang ke Kawah Ijen tidak dalam kondisi yang hujan, wisatawan akan dimanjakan dengan proses terbitnya Matahari atau yang istilah kebaratannya dikenal dengan sunrise mendekati puncak kawah. Munculnya matahari di Kawah ini dikatakan sebagai Matahari yang terbit pertama kali di pulau Jawa Loh.



Oke!, Rombongan saya tiba di pos Paltuding (tempat berkumpulnya seluruh wisatawan, sebelum menjelajah) sekitar pukul 2 dini hari. Sebelum melakukan pendakian, para peserta diminta untuk melengkapi diri dengan penerang serta jaket yang mampu menghangatkan tubuh. Maklum saja, cuaca dingin disana bisa mencapai 2 derajat celcius. Selanjutnya, karena peraturan harus menggunakan guide lokal untuk melakukan pendakian. Maka, dipilihlah Pak Sam, pria 40 tahun yang hampir setiap hari naik turun gunungmenemani saya dan rombongan untuk menuju puncak. Beliau dengan sabar menunggu rombongan yang beberapa kali berhenti lantara kelelehan karena track yang menanjak sehingga membuat kami kesulitan untuk bernafas. Disamping itu, beberapa rombongan juga merupakan pendaki baru sehingga Pak Sam menyarankan untuk tidak terlalu terburu-buru mendaki. Meskipun medan yang disediakan cukup halus dan tidak begitu terjal. Tak seperti mendaki gunung pada umumnya, tak lantas membuat saya dan rombongan lancar berjalan. Terkadang justru saya dan rombongan lebih banyak waktu berhenti dari pada berjalan.

Pukul 03.25 rombongan tiba pondok bunder untuk sejenak beristirahatKonon katanya, pos bundar merupakan pos yang digunakan untuk penambang menimbang belerang yang mereka ambil didasar kawah. Selanjutnya, akan dipinggul lagi untuk dibawa turun untuk diangkut truk. Disana kami ditemani oleh 2 gelas teh hangat  yang diminum secara bergantian sambil menunggu hujan yang semakin lebat mengguyur reda. Perjalanan dilanjutkan pukul 04.00, karena beberapa teman mencoba untuk mengejar menikmat blue fire yang selalu menjadi andalan para pengunjung ketika datang ke Kawah Ijen. Pak Sam tak henti-hentinya memberi semangat jika kawah kurang sedikit lagi dan jalan tidak lagi menanjak seperti diawal, yang ada hanya jalan setapak untuk menuju bibir kawah. Sedangkan kondisi rombongan sudah mulai sempoyongan untuk jalan, bahkan tak sampai 5 menit, kami berhenti untuk mengatur nafas dan jantung yang berdetak semakin kencang.

Pemandangan lainnya menarik perhatian disepanjang perjalanan menuju puncak.  Berbeda dengan pendakian yang saya lakukan sebelumnya. Jika gerobak dulu hanya digunakan untuk mengangkut belerang yang baru saja ditambang. Kini saya bertemu dengan tukang ojek gerobak yang menawarkan jasanya untuk mengangkut wisatawan yang merasa kelelahan berjalan menuju puncak.  Gerobak yang digunakan pun terlihat sederhana, beberapa diantaranya dialasi karpen dengan bantal, namun beberapa hanya dialasi oleh kayu dan karung padi yang diisi pasir. Wisatawan  hanya duduk manis diatas gerobak yang dikendalikan setidaknya oleh 2 orang. Tarif yang dipatok untuk 1 kali perjalanan menuju puncak pun bervariasi, tergantung berat badan serta lokasi dimana wisatawan mulai menggunakan jasa gerobak tersebutsekitar 200-300 ribu. 

Akhirnya, pukul 04.30 kami tiba di bibir kawah, api biru seperti yang bicarakan kebanyakan orang dapat kami lihat, namun tak begitu jelas. Pak Sam menawarkan diri untuk mengantar kami masuk dasar kawah melihat api biru dari jarak dekat, namun waktu yang ditempuh untuk berjalan kedasar sekitar 20 menit dari bibir kawah. Karena saya dan rombongan tak memiliki tenaga lagi untuk berjalan, Maka kami putuskan hanya sampai di bibir kawah saja. Setidaknya kami bisa menikmati Blue Fire yang terkenal di Indonesia bahkan di dunia meskipun tidak pada jarak yang dekat.

 Selain itu, pemandangan yang saya lihat ketika hari mulai pagi adalah proses penambangan belerang secara tradional yang dilakukan warga setempat. Dengan perlengkapan seadanya seperti linggis, masker, sepatu boot, sarung dan keranjang yang terbuat dari anyaman bambu yang digunakan untuk memanggul hasil tambangannya. Mereka perlahan melewati batuan terjal yang dapat mengancam nyawa dan kegiatan tersebut mereka lakukan setiap hari. Hasil dari tambang tersebut biasanya dijadikan sebagai cindera mata atapun bahan industri. Nah... kebetulan saya membeli belerang yang sudah dibentuk unik seperti kura-kura, bunga, pesawat, beragam bentuk lainnya dengan harga 2 ribu rupiah, murah bukan?. Tentunya harga tersebut tak sebanding dengan perjuangan mereka mendapatkan belerang dan membentuk sedemikian rupa hingga menarik mata wisatawan untuk  dijadikan oleh-oleh.




Setelah puas untuk menikmati keindahan alam Kawah Ijen dari puncak, kami beserta rombongan memutuskan kembali turun. Pemandangan kagum tak terhenti manakala hari mulai 
cerah. Kabut asap yang menutupi area kawah perlahan menghilang terbawa angin. Danau kawah yang tadinya tak terlihat karena kepulan asap yang mempesona menghilang, berganti dengan kawah warna hijau toscanya. Selain itu, disekitar kawah kami dimanjakan oleh gunung-gunung dan pemandangan hijau yang sebelumnya terlihat gelap dan tertutup mendung. Hal ini tentunya sayang jika dilewati untuk diabadikan.


Hingga kini, Tak heran jika Wisata Kawah Ijen tak pernah sepi pengunjung bahkan terus bertambah seiring dengan semakin terkenalnya obyek tersebut. Dilengkapi dengan tour guide lokal yang mampu berbahasa asing serta ramah, semakin menambah pesona dari tempat ini. Bahkan oleh pemerintahan setempat Kawah Ijen dijadikan sebagai Icon Kota Banyuwangi.

Komentar