Beralaskan Sajadah


      Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, sebagai gadis baik-baik (yang notabene bukan anak kos dengan tittle yang dipajang disetiap sudut rumah kos-kosan “menerima anak baik-baik"). Aku memutuskan untuk pulang setelah hampir beberapa jam menjadi SPG (seorang PR Gadungan) untuk sebuah Event fenomenal di sebuat Mall terkemuka di Surabaya . Tak disangka hujan deras mengguyur seluruh kota Surabaya, alamat banjir dimana-mana tak terkecuali kampung mojo tempat aku dibesarkan selama 12 tahun ini, FYI aja sekarang umurku 23 tahun, jadi 13 tahun sisanya aku tinggal di perkampungan dekat Mojo bukan di Mojonya. Kiri kanan kulihat saja, banyak pengendara motor yang jalan dengan kondisi kaki metingkrang di motor mungkin takut nanti sepatu yang dikenakan dengan merek terkenal rusak, atau mungkin kaki mulusnya tekena kutu air gara-gara kena air banjir itu menurutku. 

Kondisi lain terjadi ketika temanku lupa jalan pulang alhasil kita muter-muter area adhityawarman dengan harapan akan ada titik terang yang menunjukkan dimana posisi kami berada. Tak sampai disitu, kami juga getar-getir kendaraan mati akibat bensin yang sudah tinggal beberapa sedot saja. Alhamdulilah nya Tuhan masih memberiku pencerah sehingga aku hafal jalan ketika melewati area Darmo. Pulanglah kami dengan perasaan bahagia, tapi Bahagia saat itu emang sifatnya fana. Masih ada  sedikit kehawatiran yang terjadi tak lain adalah masalah bensin yang masih kosong sedangkan kanan kiri lagi tak ada SPBU yang siap untuk kami kunjungi ataupun bensin eceran di tepi jalan. Kecepatan yang kami pilih menjadi semakin melambat, Karena temanku yang pegang kendali maka aku manut  saja dengan teori, kalau bensin abis mending pelan-pelan saja, kalau dibuat kenceng nanti malah cepet mati motornya. Dalam benakku, itu sama saja, sama-sama akan mati mesin motornya gara-gara dehidrasi. Setelah perasaan getar-getir selama 10 menit dan mata tak lepas tengok kanan dan kiri sampailah kami di SPBU. Harapan kami pun semakin meninggi lantaran kami bisa menemukan jalan pulang dan bensin tak lagi kering kerontang, Tak lama kemudian sampailah kami di depan gang rumahku, namun masalah tak sampai situ, akibat hujan yang turun grudukkan banjirlah kampung kesayanganku. Aku dan temanku haruss menjinjing celana satu-satunya yang kami miliki masing-masing (dengan alasan celana lainnya masih masuk laundry dan tak diambil lantaran biayanya yang terpakai untuk beli bensin.) Namun Alhamdulillah aku sudah sampai di depan rumah.

“loh… gimana ini, rumahku pasti banjir, aku tidur dimana ?” tanyaku khawatir

namun nahasnya temanku tak menghiraukan dia sibuk dengan sepedanya “knalpotku sepeda, mbaa..apa kudu tak tuntun sepeda ini biar ndak mogok”

Tenyata kami memiliki kendala masing-masing. Dipikiranku.. Itu sepeda sudah aman, tempat tidurku ini yang tak aman. Kehawatiranku menjadi nyata, setelah temanku mengantarkanku pulang, aku sudah di sidang bapak dengan mau tidur dimana, semua tempat sudah penuh.. aku hanya mengatakan gampang, itu bisa diatur.

tidaakkkkk.. itu tidak bisa diaturr, aku ga mau begadang. kata-kata itu hanya sebagai pengisi  batin. Ku berbenah diri setelah sepanjang sore melakukkan pekerjaan yang melelahkan, tak lupa sebelum tidur aku menjalankan kewajibanku sebagai hamba Allah yang baik. Setelah Sholat, bapak menyuruhku untuk tidur di rumah belakang , yang sudah ada si mbah dan adek. 

          Betapa terkejutnya, rumah belakang,seperti kapal tenggelam, air dimana-dimana, aku tidurr dimana ini.. keluhku yang tak ada jawaban. kuputuskn untuk numpang tidur dirumah saudara, namun tak tega rasanya, karena air yang masuk kerumah saudara lebih parah dari pada kapal tenggelam. Dengan Inisiatif yang keluar disaat jam-jam Goblok. Dirumah belakang, dengan lantai yang sudah terbebas dari air banjir, ku gelar sajadah, lalu ku ambil air wudhu, sholat sunnah yang tak pernah kulakukan beberapa bulan ini kulakukan malam itu (ini bukan pencitraan sungguh). Setelah selesai, melihat sajadah yang tiba-tiba terlihat menarikku untuk diatasnya lalu  kuputuskan  untuk menggunakannya  sebagai alas tidur, dan mukena sebagai selimutnya dengan harapan semoga nyamuk-nyamuk tak menggigit dan badanku tak masuk angin.

Komentar