Dia tak begitu tampan tapi wajahnya berseri, setidaknya menurut pandangan Dias, dia juga tak banyak bicara namun juga bukan pula tipe orang pendiam Dia penuh misteri, tapi Dias suka dekat dengannya. Senyumnya begitu manis, mungkin bisa ibaratkan semanis gula ahh berlebihan rasanya, apalagi pandangannya, biuhhh.. kaki rasanya tak sanggup untuk berdiri, badanya yang tegak, rambutnya yang selalu tersisir rapi, hidungnya yang mancung, dan gigi yang tersusun apik melengkapi penampilannya. Pernah satu kali Dias tak sengaja bertatapan dengannya meskipun dalam waktu yang cukup singkat, cukup membuat Dias tak bisa tidur semalaman. Dia, entah siapa Dias menyebut si pemilik senyum manis itu, Dias tak pernah tahu namanya, bahkan tak pernah sekalipun berbicara dengannya, memutar otak sejenak sebutan penyunis - pemilik senyum manis.) Pria itu, tinggal di ujung jalan gang rumah Dias, sehingga membuatnya lebih sering melihatnya ketika berangkat kerja pagi hari.
Awal mula pertemuan
Dias dan Penyunis, sangatlah agamis, ketika bulan Ramadhan lebih tepatnya
ketika ingin menuju ke masjid untuk sholat tarawih berjamaah, saat itu Dias
berjalan menuju Masjid yang tak jauh dari rumahnya. Langkah Dias terhenti
sesaat ketika melihat pria tampan berbaju merah bergaris putih dengan bawahan
sarung menuju masjid. “Dia, tampan dan dia.. dia pergi ke masjid, padahal
ini sabtu malam minggu, biasanya pria tampan perginya kencan, tapi
diaa.. “ tanpa melanjutkan kata-kata, Dias melanjutkan langkahnya.
Tanpa di duga setelah tarawih selesai dan saat Dias berjalan keluar masjid
tepat disampingnya penyunis hadir, sejenak Dias menatap dari dekat muka
penyunis “astagfirullah, mas ini, tampan, soleh pula.. aku kagum
padanya” gumamnya. Mulut Dias seolah membeku untuk menyapanya dan penyunis
itu akhirnya pun berlalu.
Sejak itu Dias rajin untuk pergi ke masjid, Setiap berangkat mata tak lupa selalu melihat kearah kos-kosan penyunis, maklum saja tempat tinggal penyunis juga merupakan jalan satu-satunya untuk menuju masjid. Pertemuan Dias dan penyunis pun sering terjadi dan dengan situasi yang sama, pernah suatu ketika saat penyunis berjalan disampingnya dan Dias sudah penyiapkan berbagai obrolan akan tetapi saat ingin membuka mulutnya, lagi-lagi mendadak beku dan lagi-lagi pula penyunis berlalu, Dias hanya bisa memandangi punggung pria itu. “lagi-lagi mulut ini ndak bisa bicara kalau liat muka penyunis, duhkah!” keluh Dias kala itu. Tapi kali ini sedikit berbeda dengan biasanya, mungkin penyunis sadar kalau Dias selalu curi-curi pandang kepadanya, saat membuka pagar kosnya penyunis memandang Dias dan memberikan senyuman tapi bodohnya saat penyunis memberikan senyuman, Dias tertunduk malu dan mempercepat langkahnya. “bodoh!.. Dias kenapa nunduk. Dia senyum ke kamu, senyum, dia senyum, hashhhh” Desahnya.
Dias melatih diri berbicara didepan cermin, seoalah-olah pria itu ada didepannya. Saat yang di tunggu-tunggu telah tiba, Dias menunggu penyunis didepan gerbang pintu masjid, tapi sayang penyunis tidak muncul, bahkan setelah malam itu Dias sudah tidak pernah melihat penyunis baik saat akan berangkat kekantor ataupun tarawih. Beberapa hari kedepan bulan ramadhan berakhir disambut dengan Idul Fitri, namun tak pernah lagi dia bertemu dengan penyunis, ada perasaan menyesal dalam diri Dias yang tak pernah mengungkapkan kekagumannya pada pria itu.
Idul fitri tiba, dan
tradisi berkunjung ke tetanggap pun selalu berjalan setiap tahunnya, saat
berkunjung kerumah ibu kos penyunis, Dias menyempatkan untuk Tanya keberadaan
pria itu, ternyata penyunis sudah tidak tinggal disana lagi, bulan ini adalah
terakhir karena kuliahnya juga sudah selesai. Mendengar hal itu Dias terdiam
sejenak lalu pamit pulang. Di kamar Dias menangis lirih, mungkin karena
menyesal tak sempat mengenal pria itu atau tak sempat bertegur sapa dengannya.
Rasa itu harusnya
lebih lama, seharusnya mengatakan lebih awal dan bertanya siapa dia, dari
mana asalnya, aku mengagumimu, tidakk.. mungkin aku menyukaimu seharusnya
seperti itu. Mungkin Tuhan punya cerita lain untukku dengan mempertemukanmu.
Ada hikmah dibalik semua ini, aku lebih bisa dekat dengan Tuhan-ku itu semua
juga berkatmu, terima kasih penyunisku. Terima kasih yang tulus dariku,
penggemarmu . THE END
Komentar
Posting Komentar